Bertemu Bupati Belu, Dokter Hasto Sebut Belu Bisa Jadi Wisata Kesehatan Masyarakat Timor Leste

  • Bagikan

Belu, sibernas.id – Kabupaten yang berbatasan langsung dengan negara Timor Leste, Belu, memiliki semangat untuk melebarkan sayap dengan menjadi daerah rujukan utama bagi kebutuhan pelayanan kesehatan negara tetangganya. Tentunya juga bagi masyarakat di Belu itu sendiri.

Untuk itu, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dokter Hasto, melakukan pertemuan dengan  Bupati Belu dr. Taolin Agustinus, Sp.PD-KGEH, FINASIM, Kamis (21/03/2024).

Pertemuan itu ditujukan sebagai upaya memperkuat kemitraan strategis program Pembangunan Keluarga, Kependudukan, Keluarga Berencana (Bangga Kencana)dan Percepatan Penurunan Stunting dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Belu,

Kunjungan dokter Hasto dan jajarannya disambut hangat Bupati yang didampingi Kadis Kesehatan, Ansilla F Eka Mutty; Asisten 3 Pemkab, Drs. Egidius Nurak; dan Kepala BP4D, Rine Bere Baria, ST, di kantor Bupati yang berlokasi di Kecamatan Atambua.

Beberapa indikator yang mendukung program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting, dibahas dalam pertemuan ini.

“Ide Bupati sangat baik untuk membuat destinasi wisata yang berbasis tematik tertentu, katakanlah wisata kesehatan. Itu menjadi sangat menarik, karena kebetulan Pak Bupati ini ahlinya, dokter-dokternya sangat lengkap,” ungkap dokter Hasto.

Ia optimis apabila wisata kesehatan dapat dikembangkan, masyarakat di sana tidak perlu ke mana-mana lagi kalau berobat. “Warga Timor Leste dapat berbondong-bondong mendapatkan pelayanan kesehatan di sini,” kata dokter Hasto. Bahkan dirinya mengkiaskan Belu ibarat seperti Penang dan Singapura-nya, Timor Leste.

Dokter Hasto memberikan apresiasi yang tinggi kepada jajaran Pemerintah Daerah Belu yang berhasil menata dengan ciamik pelayanan kesehatan di wilayahnya. Baik dari segi keterpenuhan sumber daya manusia (tenaga medis) maupun  kelengkapan alat kesehatannya.

“Saya sempat berkunjung ke perbatasan di wilayah Kalimantan Barat-Serawak. Saya sedih di sana warganya tidak ada optimisme, khawatir lebih tersedot ke Malaysia. Tapi kalau di sini semangatnya tinggi, kita seperti kena durian runtuh dari Timor Leste,” kata dokter Hasto.

  • Capaian Belu

Berdasarkan Survey Status Gizi Indonesia (SSGI)Tahun 2022, angka prevalensi stunting di Kabupaten Belu sebesar 36,6 persen. Kemudian target penurunan stunting di Kabupaten Belu 29,29 persen pada  2023.

Berdasarkan laporan Bupati Belu, angka prevalensi stunting berhasil diturunkan sampai 11,1 persen. Dokter Hasto berharap Bupati dapat mengcounter data survey dengan data real count. Ini dapat terjadi karena jumlah penduduknya tidak banyak, yakni berkisar 228.000 orang, sehingga lebih mudah dibuktikan.

“Beberapa waktu lalu saya hadir di rapat dengan Pak Wapres, para Gubernur paparan soal kondisi stunting di daerah. Saya lebih percaya  data-data dari para Bupati dan Gubernur, karena mereka punya sampai ‘by name by address’. Sedangkan kalau survei kan berdasarkan estimasi saja,” ucap dokter Hasto.

Mengenai kondisi demografi di Belu, dokter Hasto menyebutkan, setiap tahun dari 1000 penduduk Belu terdapat 22 kelahiran. Apabila jumlah total penduduknya 228.000, maka angka kelahirannya sekitar 5.000 per tahun.

“Sehingga per hari rerata lahir ada 15, sangat terkontrol, datanya by name by address ada. Ke depan, saya berharap Belu dapat menjadi best practice masalah-masalah kesehatan dan juga pelayanan KB. Terlebih Pak Bupati turun langsung sampai melakukan endoskopi sendiri,” tutur dokter Hasto.

Menyinggung Angka Kematian Ibu (AKI)sejumlah 60 per 100.000 di Belu, dokter Hasto berpendapat bahwa ini capaian yang bagus karena angka tersebut jauh di bawah rerata NTT. “Di Indonesia cita-citanya 70 per 100.000 di tahun 2030, sehingga Belu cukup bagus.  Artinya, Pak Bupati sebagai dokter betul-betul bekerja untuk menurunkan angka kematian dan meningkatkan kesejahteraan,” pujinya.

Dokter Hasto menuturkan kondisi proporsi kependudukan di Kabupaten Belu. “Kalau dari saran BPS dari kacamata kependudukan, karena kita tidak dapat mengendalikan usia yang tua tua, maka kita bisa optimalkan yang masih muda diperbanyak angkatan kerja di sini. Mungkin diadakan kursus yang membuat dia terampil,” katanya.

“Belu merupakan daerah yang strategis karena di perbatasan. Sehingga harus kita jaga angka kematian ibu, kematian bayi, supaya menjadi contoh bagi negara tetangga,” pungkas dokter Hasto.

  • Pelayanan Kesehatan Primer

Bupati Belu, Taolin membagikan kondisi di daerahnya di mana kesiapan dalam pelayanan kesehatan yang sebagian besar dalam kondisi prima untuk melayani masyarakat.

Taolin mengatakan bahwa kesediaan jumlah tenaga kesehatan seperti dokter umum sampai spesialis di Belu sudah lengkap. Selain itu, peralatan medis di Puskesmas juga sudah memadai.

“Kami punya 17 Puskesmas, satu rumah sakit daerah, kemudian ada rumah sakit tentara. Kita punya 13 spesialis, empat obgyn, ada dua orang bedah syaraf dan jantung. Puskesmas dokternya ada, bidannya ada, sistemnya juga berjalan dengan baik. Alatnya juga lengkap, termasuk ultrasonografi dan antropometri,” papar Taolin.

Lebih lanjut, Taolin mengatakan bahwa pihaknya concern terhadap peningkatan kualitas tenaga kesehatan di Belu. Dirinya berencana mengambil kebijakan untuk menyekolahkan para dokter sehingga ke depan terdapat peningkatan keterampilan.

“Setiap ada kematian ibu, kita audit. Kemarin, ada satu pasien masih muda mengalami pendarahan. Keluarganya kooperatif langsung merujuk, namun mungkin ada syok pendarahan di dalam yang tidak terdeteksi akhirnya tidak bisa diselamatkan. Kita tidak men-judge dokternya. Bahkan dia sudah mau ambil pendidikan konsultan. Itu memang di luar kendali kita,” jelasnya.

Angka Kematian Ibu merupakan indikator utama kesuksesan pemerintah dalam memberikan pelayanan kesehatan terbaik. Taolin dan jajarannya berupaya keras untuk dapat menjaga angka tersebut agar tetap rendah.

Taolin optimis dapat mengakomodir wacana ‘wisata kesehatan’ dengan telah lengkapnya pelayanan primer, tempat rujukan, serta sistem informasi dan teknologi yang telah matang di setiap lokasi pelayanan kesehatan.

“Kami dan staf kami sudah bekerja maksimal dengan dukungan sumber daya yang ada. Mudah-mudahan kita dapat meningkatkan target indikator dan lain-lain. Kerja fokus, terintegrasi, dan menguatkan hubungan dengan stakeholder,” kata Taolin.

Dirinya juga menyampaikan dukungan penuh untuk mendukung dan meningkatkan capaian program Bangga Kencana dan akan selalu mengupayakan usaha terbaik untuk menurunkan stunting di wilayah pemerintahannya.

Hadir dalam audiensi tersebut Plt. Deputi bidang KBKR BKKBN, Maurianus Mau Kuru; Kepala Perwakilan BKKBN NTT, Dadi Ahmad Roswandi; Direktur Pelayanan KB Wilayah Khusus Fadjar Firdawati; jajaran BKKBN Pusat, serta jajaran pemerintah daerah Belu.

  • Meninjau Pelayanan KB di Belu

Dalam rangka peningkatan penyerapan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dan Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB) non fisik, BKKBN menyelenggarakan bakti sosial Pelayanan KB di beberapa titik di Nusa Tenggara Timur. Salah satunya digelar di Balai Penyuluhan KB Kecamatan Atambua Selatan.

Dokter Hasto yang meninjau kegiatan tersebut, turut serta memasangkan implan kepada salah satu peserta. Dirinya pun memberikan edukasi mengenai efek yang biasa ditimbulkan setelah pemasangan. Serta mengingatkan akseptor bahwa masa berlaku KB implan adalah 3 tahun.

Sebanyak 35 akseptor Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)berhasil dikumpulkan oleh para Penyuluh KB di Kabupaten Belu, terdiri dari 2 orang akseptor IUD, dan 33 akseptor implant. Tidak hanya itu, 10 akseptor suntik juga berhasil dilayani dalam baksos kali ini.

Dengan diantar oleh kader KB masing-masing desa, para akseptor dilayani oleh bidan dari Ikatan Bidan Indonesia (IBI)serta tenaga kesehatan yang menjadi penanggung jawab wilayah kelurahan masing-masing.

Adapun para akseptor tersebut merupakan warga dari tiga kecamatan di Kota Atambua, yakni Kecamatan Atambua, Kecamatan Atambua Selatan, serta Kecamatan Atambua Barat.

  • Bagikan