Kendari, sibernas.id – Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 angka stunting di Kota Kendari sebesar 19,5 persen angka ini menurun dari tahun 2021 sebesar 24 persen.
Berdasarkan data SSGI itu, angka stunting Kota Kendari terendah dibandingkan dengan angka kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara. Dimana persentasenya berada pada angka 21 persen hingga 41 persen.
Sebelumnya, Penjabat (Pj) Wali Kota Kendari Asmawa Tosepu mengingatkan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait, agar serius dan fokus melakukan upaya penanganan kasus stunting di Kota Kendari.
“Tahun 2023 pemerintah Kota Kendari menargetkan angka stunting menjadi 15 persen,” katanya.
Berdasarkan data E-PPGBM puskesmas bulan Agustus menyebutkan, trend prevalensi balita stunting tahun 2020-2022, Kecamatan Puuwatu dengan prevalensi tertinggi pada tahun 2020 yakni 8,8%, disusul Kecamatan Kendari Barat dengan prevalensi 8,7% dan Kecamatan Wua-wua dengan prevalensi 5,0%. Pada tahun 2021 terjadi pergeseran dimana prevalensi stunting tertinggi terjadi di Kecamatan Kendari Barat sebesar 2,2%, disusul Kecamatan Kendari sebesar 1,8% dan Kecamatan Puuwatu 1,5%.
Pada tahun 2022 prevalensi tertinggi terjadi di Kecamatan Kendari sebesar 2,7%, disusul Kecamatan Kendari Barat 2,6% dan di urutan ketiga ada Kecamatan Abeli dan Kecamatan Wua-wua masing-masing sebesar 2,3%. Jadi terdapat 5 Kecamatan dengan angka prevalensi stunting tertinggi tahun 2020-2022 yaitu Kecamatan Puuwatu, Kendari Barat, Kendari, Wua-wua dan Abeli.
Sedangkan data trend perkembangan jumlah balita stunting tahun 2020-2022 menunjukkan bahwa, jumlah balita stunting di Kota Kendari rata-rata mengalami penurunan dari tahun 2020 ke tahun 2021 yaitu 466 orang menjadi 227 orang, tetapi mengalami peningkatan di tahun 2022 yaitu 365 orang.
Beberapa Kecamatan dengan jumlah balita stunting tertinggi tahun 2022 adalah Kecamatan Kendari Barat, Kendari dan Puuwatu. Tetapi terdapat 3 Kecamatan yang mengalami penurunan jumlah balita stunting dari tahun 2020-2022 yakni, Kecamatan Mandonga, Baruga dan Kadia.
Data itu menegaskan, sebaran jumlah balita stunting yang meningkat menunjukkan masih tingginya masalah gizi dan faktor determinan pada balita yang ditemui di wilayah tersebut dan perlu terus dilakukan intervensi gizi spesifik dan sensitif.