Jakarta, sibernas.id – Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Ali Mazi sepakat Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Kepulauan untuk disahkan menjadi Undang-Undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI).
Hal itu disampaikan dalam Diskusi Forum Daerah Kepulauan bertema “Memantapkan Arah RUU Daerah Kepulauan” di Hotel Borobudur Jakarta, Selasa (1/2/2023).
Orang nomor satu di Sultra yang juga sebagai Ketua Badan Kerja Sama Provinsi Kepulauan mengatakan, ada delapan gubernur/kepala daerah tetap sepakat untuk meneruskan menggolkan RUU Daerah Kepulauan untuk disahkan menjadi undang-undang oleh DPR.
Dari delapan gubernur, lanjutnya, hanya ada empat yang hadir, yakni Gubernur Kepulauan Riau, Ansar Ahmad, Gubernur Nusa Tenggara Barat, Zulkieflimansyah, dan Gubernur Maluku Utara, KH. Abdul Gani Kasuba.
“Sementara yang tidak hadir karena berhalangan yakni, Pj. Gubernur Bangka Belitung, Ridwan Djamaluddin, Gubernur Sulawesi Utara, Olly Dondokambey, Gubernur Nusa Tenggara Timur, Viktor Laiskodat, dan Gubernur Maluku, Murad Ismail,”ungkapnya.
Menurut Ali Mazi, RUU ini sekarang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2023. Percepatan pengesahannya menjadi UU merupakan upaya untuk menjadikannya sebagai payung hukum bagi pembangunan daerah kepulauan.
Ia mengatakan, butuh payung hukum untuk menyelamatkan pulau-pulau di wilayah berbasis perairan. Pulau-pulau tersebut umumnya tertinggal, miskin, dan minim fasilitas. Belum ada listrik dan minim infrastruktur..
“Atas dasar itu, perlu sentuhan berbeda atau perhatian khusus untuk meningkatkan kondisi kesehatan masyarakat di daerah kepulauan, terutama yang tinggal di pulau-pulau kecil, terpencil, dan terluar. Apabila tidak ada perlakuan khusus, kondisi daerah kepulauan sulit berubah, terutama di bidang kesehatan, pendidikan, dan ekonomi,”katanya.
Pada kesempatan sama, Gubernur Kepulauan Riau, Ansar Ahmad, bercerita bagaimana rumitnya mengelola daerahnya yang terdiri dari 2000-an pulau dan kepulauan. Dari jumlah itu, 200-an pulau berbatasan langsung dengan negara lain.
Membangun pulau-pulau yang berbatasan dengan negara lain itu, kata dia, tak sekadar menyiapkan infrastruktur. Hal yang lebih penting adalah menjaga kedaulatan negara.
“Itu sebabnya, keberadaan UU Daerah Kepulauan tidak saja sekadar memperjuangkan kesejahteraan masyarakat tapi juga membentengi keamanan dan kehormatan bangsa,”ujarnya.
Dikesempatan itu, Guru Besar Kelautan Institut Pertanian Bogor, Prof. Rokhmin Dahuri, sepakat dengan sikap delapan gubernur daerah kepulauan untuk meneruskan dan mendorong RUU Daerah Kepulauan menjadi Undang-Undang.
“Aturan ini akan mengatasi ketimpangan antarwilayah di Indonesia, sehingga kekuatan ekonomi tidak hanya bertumpu di Jawa. Yang mencapai 60 persen lebih saat ini,”katanya.
Menurutnya, RUU ini nantinya akan menjadi dasar kebijakan dan proses pembangunan bidang ekonomi, lingkungan, sosbud, dan polhukam, di mana untuk ekonomi ada dua arahnya, yakni pemulihan ekonomi dari Pandemi Covid. Dan ke dua, melakukan transformasi struktural ekonomi.
“Langkah ini, untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, yakni di atas 7 persen. Lalu meningkatkan daya saing, menjaga kedaulatan pangan, energi, farmasi, dan mineral, serta resilien terhadap perubahan iklim, bencana alam, dan dinamika geopolitik global,”terangnya.
Staf pengajar ekonomi dan bisnis Universitas Indonesia, Nurkholis, menambahkan bahwa upaya pimpinan daerah kepulauan melanjutkan RUU Daerah Kepulauan menjadi undang-undang perlu didukung.
“RUU Daerah Kepulauan harus diibaratkan sebagai undang-undang khusus (lex specialis) yang mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis). Sehingga Undang-Undang khusus ini dibutuhkan untuk mengatasi konflik antara Undang-Undang yang lebih luas pengaturannya dengan Undang-Undang yang lebih sempit substansinya,”katanya.
Sementara Kepala Bappeda Provinsi Bangka Belitung, Ferry Insani, yang mewakili Pj. Gubernur Bangka Belitung, Ridwan Djamaluddin, mengatakan bahwa sulit mengundang investor ke daerah kepulauan karena minimnya infrastruktur.
Diakhir diskusi tersebut, Gubernur Ali Mazi menegaskan, RUU Daerah Kepulauan bukan soal otonomi khusus. Perlu dipastikan RUU ini tidak menimbulkan drama atas isu desentralisasi dan bukan untuk kepentingan sesaat. Memastikan kesiapan pemerintah daerah dalam hal kemampuan mengelola wilayah kepulauan berdasarkan parameter yang dirumuskan bersama-sama. Memperjuangkan alokasi transfer anggaran ke daerah tidak lagi mengacu pada jumlah penduduk dan luas daratan, melainkan berdasarkan proporsionalitas kebutuhan pembangunan yang adil guna mengentaskan kemiskinan penduduk di daerah kepulauan.