Kendari, sibernas.id – Komisi I dan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) kembali melakukan rapat dengar pendapat (RDP) membahas persoalan jalan di Lorong Mata Air, Kelurahan Pudai, Kecamatan Abeli, di ruangan aspirasi DPRD Kota Kendari, Rabu (12/2/2025).
Rapat dipimpin Ketua Komisi I Zulham Damu didampingi Ketua Komisi III La Ode Azhar serta anggota LM Rajab Djinik, La Ode Alimin, dan Apriliani Puspitawati. Turut hadir Badan Pertanahan Nasional (BPN) ATR Kota Kendari.
Selain itu hadiri juga dari Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertanahan Kota Kendari Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Kendari, Camat Abeli, Lurah Puday, saudara Imran, perwakilan masyarakat Lorong Aata Air dan DPW LSM GMBI Wilter Sultra.
Ketua Komisi III DPRD Kota Kendari La Ode Ashar mengatakan, berdasarkan data citra satelit dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Kendari bahwa tanah yang diklaim oleh warga tersebut merupakan milik pemerintah.
Untuk itu, dia menyarankan agar permasalahan tersebut, yang bersangkutan dapat diselesaikan secara baik-baik dengan pemerintah kota.
”Sebelum masalah ini berlanjut ke ranah hukum. Kita di DPRD menyarankan agar warga yang bersangkutan melakukan mediasi bersama pemerintah kota untuk proses penyelesaian,” jelasnya.
Untuk itu, dia berharap dalam proses mediasi dapat melibatkan seluruh pihak terkait untuk mendapatkan solusi terbaik penyelesaian persoalan tanah di Jalan Mata Air Kelurahan Puday. Dan apapun yang menjadi hasil mediasi bisa segera menyelesaikan masalah tersebut dengan baik.
”Kami dari DPRD Kota Kendari tentunya menginginkan seluruh persoalan yang terjadi di masyarakat Kota Kendari bisa terselesaikan dengan baik,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Kota Kendari Zulham Damu mengatakan, sebelumnya DPRD telah melakukan peninjauan lapangan serta RDP awal untuk membahas kasus ini. Karena sengketa bermula dari klaim seorang warga bernama Imran, yang menyebutkan bahwa hanya 2 meter dari tanah miliknya yang dibebaskan untuk pembangunan jalan.
Dia menambahkan, karena jalan yang ada saat ini memiliki lebar 6 meter. Sehingga ia mengklaim bahwa 4 meter sisanya masih merupakan bagian dari tanah miliknya.
”DPRD Kota Kendari menghasilkan tiga rekomendasi dalam rapat tersebut untuk menyelesaikan persoalan sengketa lahan jalan Mata Air Kelurahan Puday Kecamatan Abeli,” katanya.
Dia mengatakan, rekomendasi pertama itu berdasarkan hasil telaah BPN menunjukkan sertifikat hak milik nomor 103 milik Imran berbatasan langsung dengan jalan. Sehingga jalan tersebut tidak masuk dalam sertifikat.
”Berdasarkan hasil telaah BPN Kota Kendari dan citra satelit, sertifikat hak milik (SHM) nomor 103 berbatasan dengan jalan umum,” katanya.
Kemudian membacakan rekomendasi kedua bahwa DPRD Kota Kendari akan melakukan mediasi dengan pihak-pihak terkait untuk menemukan solusi yang mengedepankan kepentingan umum tanpa merugikan siapapun.
Sedangkan rekomendasi ketiga lanjutnya, jika proses mediasi tidak berjalan dengan baik, DPRD meminta pemerintah kota (Pemkot) untuk mengambil langkah tegas dengan menetapkan jalan tersebut sebagai aset daerah.
“Apabila proses mediasi tidak berjalan dengan baik, DPRD memerintahkan pemerintah kota untuk mengambil alih jalan tersebut sebagai aset daerah,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Kantor BPN Kendari Fajar mengatakan, persoalan tanah di Lorong Mata Air sudah dibuatkan sertifikat atas nama Imran. Disebelah timur itu diperuntukan untuk jalan, jadi, dari segi penggunaannya itu sudah jelas-jelas jalan umum.
“Kemudian kita kembali lagi keataurannya bahwa tanah itu berfungsi sosial, artinya, walaupun pak Imran menguasai tanah tersebut, tetapi harus memperhatikan kepentingan umum, negara dan sekitar lingkungan disitu. Jadi disebelah timurnya itu sudah jelas jalan umum” jelasnya.
Perkara misalnya asal usulnya kenapa bisa jadi jalan itu, pihaknya akan telusuri lebih lanjut, karena menurut pengakuannya pak Imran tadi sudah terjadi jual beli, tapi pengakuannya hanya 2 meter, berarti masih ada 4 meter yang belum terjual atau masih miliknya (Imran).
Namun pada proses pengukuran pembuatan sertifikat, disebelah timur itu diperuntukan untuk jalan selebar 6 meter, artinya secara tidak langsung pak Imran ini mengakui bahwa 6 meter itu untuk jalan.
“Jadi persoalan ini sudah jelas, bahwa jalan di Lorong Mata Air itu seluas 6 meter,”tegasnya.
Sebelumnya, DPRD telah melakukan peninjauan lapangan serta RDP awal untuk membahas kasus ini. Sengketa bermula dari klaim seorang warga bernama Imran, yang menyebutkan bahwa hanya 2 meter dari tanah miliknya yang dibebaskan untuk pembangunan jalan. Sementara itu, jalan yang ada saat ini memiliki lebar 6 meter, sehingga ia mengklaim bahwa 4 meter sisanya masih merupakan bagian dari tanah miliknya. (ADV)