Buton Utara, Sibernas.id – Bupati Buton Utara, Ridwan Zakariah bersama Kakanwil Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Tenggara, Zainal Mustamin secara resmi melauching Gerakan Moderasi Beragama Bagi Penganut Umat Beragama di Kab. Buton Utara, selasa, (7/12/2021).
Launching yang dilaksanakan di Aula Bappeda Kab. buton Utara ini turut disaksikan oleh Pimpinan Majelis Agama se Kab. Buton Utara, Forkopimda, Pimpinan OPD Kab. Buton Utara, Kepala Kantor Kemenag Kab. Buton, La Rija, Ketua FKUB Kab. Buton Utara beserta pengurus, pimpinan Ormas, Ketua DWP Kemenag Sultra, Muliawati Zainal, Kabag Tata Usaha, Muhammaf Basri, Kabid Pendidikan Madrasah, Muhammad Saleh, Kabid Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam, Sitti Mardawiah Kasim.
Kakanwil Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Tenggara, H. Zainal Mustamin mengatakan moderasi beragama merupakan salah satu program prioritas pemerintahan Presiden Joko Widodo yang telah masuk dalam RPJM Nasional dan Kementerian Agama menjadi leading sektor didalam pengarusutamaan moderasi beragama dalam rangka menjaga dan menciptakan indonesia yang semakin solid agar kehidupan beragama di indonesia menjadi toleran.
“Ini menjadi bahagian menjaga dan merawat keragaman kita agar menjadi keberagamaan yang progresif yang bisa mendukung segala macam program-program pembangunan dan upaya untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia termasuk di kab. Buton Utara,” terangnya.
“Saya kira itu juga relevan dengan visi pak bupati yakni maju, adil dan sejahtera dan visi Kementerian Agama untuk membangun masyarakat yang saleh, moderat, cerdas dan unggul. Karena itu Kemenag mengawinkan visi ini sehingga lahir gerakan kementerian Agama Bersahabat yang berakronim dari bersih religius, santun, harmonis, berbasis teknologi.
“Bersih religius terinspirasi dari hablumminallah yang menopang pelaksanaan tugas dibidang tata kelola reformasi birokrasi. Sedangkan santun harmonis terinspirasi dari hablumminannas dalam rangka menjaga hubungan kemanusiaan dalam menopang kehidupan yang rukun dan damai dan berbasis teknologi adalah respon kita terhadap hubungan kepada alam atas kemajuan dunia dibidang sains dan teknologi yang membutuhkan transformasi digital.
Sehingga gerakan Kemenag Bersahabat ini juga akan mewujudkan visi Buton Utara yang dikemas dalam tagline bersama kita bisa, bersatu kita kuat dan bersaudara kita rukun.
“Saya kira ini relevan dengan kearifan lokal yaitu Peka Piara (saling memelihara) Peka Pahamu (saling memahami) dan peka maasikao (saling menyayangi). Ini yang akan kita kembangkan bersama dan Kementerian Agama menjadi garda terdepan didalam mendukung visi misi Bupati baik sehingga kerukunan dan hubungan antar umat bergama bisa senantiasa terpelihara dengan baik,” ungkapnya.
Kakanwil mengungkapkan bahwa Program moderasi beragama yang terus digaungkan memiliki empat pilar penting dalam membangun persepsi dan perspektif yang sama.
“Pilar pertama adalah komitmen bernegara yang kuat. Dikatakannya, tidak ada moderasi tanpa komitmen kebangsaan yang kuat. jadi persoalan keagamaan dan kebangsaan itu sudah tidak ada lagi dikotomi. Setiap kita memiliki pandangan yang sama bahwa ketika kita menjalankan tugas-tugas sebagai warga negara, pada saat yang sama kita juga menjalankan tugas agama sebaliknya kita menjalankan ajaran agama pada saat yang sama, kita juga menjalankan rugas-tugas kebangsaan,” jelasnya.
Pilar kedua yaitu semangat toleransi. Menurutnya, toleransi bisa lahir jika kita memiliki sikap, fikiran dan perilaku yang moderat.
“Kita tidak mungkin bisa bertoleransi jika cara fikir dan cara pandang kita tidak moderat. Maka yang kita moderatkan itu bukan agama. Bahwa moderasi beragama tidak bermaksud untuk memoderatkan agama karena agama sejatinya sudah moderat. Seluruh agama mengajarkan nilai-nilai moderasi dengan nilai universal, kejujuran, keadilan, penghargaan kepada kemanusiaan tetapi yang dimoderasikan itu adalah cara kita beragama,” ujarnya.
“Karena cara beragama itu adalah tafsir dan didalam fikiran sikap dan tingkah laku harus senantiasa moderat. Jadi semangat toleransi itu lahir dari sikap yang moderat dan sikap toleran itu akan melahirkan harmoni didalam kehidupan bernegara,” jelasnya.
Sedangkan Pilar yang ketiga adalah semangat anti kekerasan. Kata Kakanwil, tidak boleh ada kekerasan mengatasnamakan agama. Karena agama tidak pernah mengajarkan kekerasan. Segala kekerasan yang mengatasnamakan agama adalah penodaan dari ajaran agama. Seringkali nama Tuhan dibawa yang bertentangan dengan narasi yang sedang dibangun.
Pilar keempat adalah kompetibel dengan kearifan lokal. Jadi kearifan lokal sebagai penyokong budaya juga sekaligus budaya yanh dikembangkan oleh masyarakat dari nilai-nilai keagamaan.
Saya kira falsafah “lipu tenadeakona sara” ini sangat relevan dengan nilai agama, kompetibel dengan nilai religiusitas sebagaimana dalam Al Quran baldatun tayyibatun warabbun ghafur. Mewujudkan negeri yang aman, maju, adil, sejahtera tapi didalam naungan ampunan dari Allah SWT.
Mengelola negara dan daerah itu banyak tantangan. Yang hendak dibangun adalah Darussalam yaitu negeri yang damai dan sejahtera dimana seluruh umat beragama yang berada didalamnya hidup berdampingan secara damai. Tugas kita menggeser dan menggerakkan kurvanya dari semangat yang tidak moderat menjadi semangat moderat.
Lebih jauh, Kakanwil mengungkapkan Pemerintah menyadari betul bahwa belakangan ini banyak sekali bermunculan tantangan keberagamaan. Salah satunya adalah pemahaman yang berlebih-lebihan.
Moderasi beragama sesungguhnya bukan lawan radikalisme, fundamentalisme dan sebagainya tetapi terhadap pemahaman keagamaan yang berlebihan.
Karena itu ungkap Kakanwil ada yang dikenal dalam arus keberagamaan yakni pemikiran keagamaan yang substantif Inklusif. Tetapi ada juga perkembangan arus keberagamaan yang Eksklusif Legal Formalistik.
“keberagamaan yang substantif Inklusif itu adalah keberagamaan yang mendatangkan kedamaian, keberagamaan yang bisa menerima keberagamaan dan bisa berbagi, keberagamaan yang saling menopang. Hal hal yang substansial dari agama itu adalah nilai nilai universal.
Sedangkan keberagamaan yang Eksklusif Legal Formalistik adalah keberagaman yang mengklaim dirinya sebagai penganut kebenaran dan orang lain tidak benar, penghuni neraka dan untuk menjalankan pikiran itu mereka mengajak orang lain dan menggunakan cara kekerasan.
“Ini yang hendak kita jaga agar supaya keberagamaan kita inklusif bukan eksklusif. Bukan hanya kelompok tertentu saja yang bisa berdialog. Kita membuka dialog dengan tokoh agama, pimpinan ormas agar kita memiliki kesepahaman yang sama didalam mengindonesiakan indonesia yang sejak lahirnya oleh founding father kita memang sudah ada keaepahaman bersama untuk membangun negeri yang damai,” terangnya.
“Maka moderasi beragama ini tugas kita adalah menyemai benih kepada generasi, kepada umat beragama, kepada siswa disekolah, kepada Santri di Pondok Pesantren baik di pasraman sekolah minggu. Benih yang kita semai ini dapat dirawat, pelihara bahkan dipupuk sehingga bisa berkembang dan menghasilkan buah yang baik,” tandasnya.
Sebelumnya, Bupati Buton Utara Ridwan Zakariah mengurai jika moderasi memiliki korelasi yang sangat beragam, namun secara spesifik bermakna sikap tidak berlebih-lebihan, yang jiga disandingkan dengan kata beragama, maka berarti moderasi beragama yang merujuk pada sikap menghindari keekstriman dan radikalisme pada kehidupan beragama.
Moderasi beragama merupakan usaha kreatif untuk mengembangkan suatu sikap keberagamaan di tengah berbagai desakan dan ketegangan antara kebenaran absolut dan interpretasi liberal, penolakan yang arogan atas ajaran agama juga antara radikalisme dan sekukarisme.
“Moderasi beragama menitikberatkan pada toleransi sebagai cara terbaik untuk mengatasi radikalisme. Menjadikan agama sebagai nilai keberagaman. Ajaran dalam suatu agama mengangkat harkat dan martabat manusia. Semua umat beragama harus dapat menjaga persatuan dan keutuhan Buton Utara,” katanya.
Bupati lantas mengajak seluruh umat beragama di Buton Utara meningkatkan kerukunan guna membangun daerah dan bangsa, berkomitmen mewujudkan kehidupan keagamaan demi keutuhan NKRI.
Bupati menyatakan dukungannya pada gerakan moderasi beragama tersebut, karena memahami moderasi beragama sangat penting dalam menjaga keutuhan bangsa dan bernegara, melestarikan kemajemukan dan menjembatani sisi- sisi perbedaan.