Yogyakarta, Sibernas.id – Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) mengingatkan DPR RI untuk mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau “presidential threshold” tanpa melakukan manuver menyimpang dari semangat putusan itu.
“Kepada pembentuk Undang-Undang (DPR) untuk memedomani putusan MK tentang ‘presidential threshold’ dan tidak melakukan manuver-manuver yang mengingkarinya,” ujar Peneliti PSHK FH UII Retno Widiastuti dalam keterangannya di Yogyakarta, Jumat.
Dia juga meminta DPR segera menjalankan fungsi legislasi, terutama dalam merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sesuai amanat dari putusan MK tersebut.
Menurut dia, proses revisi UU tersebut harus melibatkan semua pihak yang berkepentingan dengan prinsip partisipasi publik yang bermakna.
PSHK FH UII menilai putusan MK tersebut membawa angin segar bagi pelaksanaan demokrasi dan keteguhan konstitusi di Indonesia.
Dengan putusan itu, hak konstitusional partai politik peserta Pemilu untuk dapat mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden kembali ditegakkan.
“Meneguhkan kedaulatan rakyat dan hak politik warga negara karena sebelumnya dibatasi dengan tidak tersedianya cukup banyak alternatif pilihan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang ditawarkan kepada pemilih,” ujar Retno.
Selain itu, putusan itu sekaligus mengembalikan makna “presidential threshold” sesuai Pasal 6 UUD NRI 1945 sebagai syarat keterpilihan bukan ambang batas minimal persentase 20 persen dalam pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Pascaputusan MK tersebut, Retno berharap partai politik dapat memanfaatkan momentum dengan mempersiapkan calon presiden dan wakil presiden terbaik berdasarkan kinerja dan kebutuhan masyarakat, bukan semata-mata karena alasan pragmatis.
PSHK FH UII menyampaikan apresiasi kepada MK atas keberanian mengambil langkah progresif ini.
“MK harus tetap menjadi ‘Guardian of Constitution and Democracy’ dengan memberikan putusan-putusan yang menghadirkan rasa keadilan,” ungkap Retno.
Selain itu, PSHK FH UII juga memberikan apresiasi kepada pemohon perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024.
“Memberikan apresiasi telah melakukan jihad konstitusional melalui mekanisme ‘judicial review’,” kata dia.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi memutuskan menghapus ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo saat membacakan amar Putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (2/1).
Jakarta, Sibernas.id – Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyusun kajian untuk mempermudah perizinan usaha di daerah, sebagai upaya mendorong aktivitas ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Hal itu dilakukan sebagai komitmen untuk mendukung percepatan penurunan kemiskinan di Indonesia, sebab kemudahan berusaha di tingkat daerah tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menciptakan lapangan kerja baru yang sangat dibutuhkan masyarakat.
“Dalam hal ini kami perlu memberikan masukan strategi kepada Mendagri guna meningkatkan perizinan berusaha untuk menangani penduduk miskin dan menumbuhkan perekonomian daerah,” kata Kepala BSKDN Yusharto Huntoyungo dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Dia menjelaskan, proses perizinan yang rumit dan memakan waktu lama menjadi salah satu hambatan utama bagi daerah untuk menciptakan ekosistem ekonomi yang inklusif. Perizinan yang berbelit-belit tidak hanya menghambat masuknya investasi, tetapi juga mempersulit pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) untuk berkembang.
Padahal, kata dia, UMKM merupakan pilar penting perekonomian daerah yang dapat menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kesenjangan ekonomi.
“Dari sisi pemerintah daerah (dalam kajian nanti) kita perlu memetakan apa saja yang perlu dilakukan penguatan sehingga menghasilkan layanan perizinan yang lebih baik di waktu-waktu yang akan datang,” kata dia.
Untuk itu, pihaknya terus berupaya mendorong daerah untuk melakukan penyederhanaan proses perizinan melalui penerapan sistem yang lebih transparan, cepat, dan berbasis digital.
“Ini tidak hanya terbatas pada perizinan berusaha, tapi berlaku pada semua jenis perizinan,” kata dia.
Menurut dia, kolaborasi antara pemerintah daerah, pelaku usaha dan masyarakat, dibutuhkan untuk mewujudkan layanan perizinan yang lebih mudah.
“Kita harus memiliki kerangka penyelesaian masalah untuk meningkatkan pemberian layanan di daerah, mengingat kita masih berhadapan dengan daerah-daerah yang kinerja pemberian layanan perizinannya masih rendah sehingga kolaborasi berbagai pihak sangat diperlukan,” katanya.
Dia pun mengimbau agar pemerintah daerah mengadopsi teknologi dan inovasi dalam pengelolaan layanan publik, termasuk dalam proses perizinan. Menurut dia, hal tersebut tidak hanya akan meningkatkan efisiensi, tetapi juga memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah.
“Kita perlu sistem yang terintegrasi, sehingga proses perizinan dapat dilakukan secara lebih cepat, efisien dan akuntabel,” kata dia.