Plt Kakanwil Kemenag Sultra: Ramadhan Spirit Membangun Kemajuan Peradaban Umat Manusia

  • Bagikan

Kendari, sibernas.id – Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Sulawesi Tenggara (Sultra) yang juga Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah Ditjen Bimas Islam, H Zainal Mustamin menyampaikan ceramah malam ke-4 Ramadan di Masjid Raya Al Kautsar Kendari, sabtu, (25/3/2023).

H. Zainal Mustamin mengatakan ditengah urusan dunia yang seolah tiada akhirnya, ramadan tiba sebagai momentum bulan suci yang dimanfaatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

“Setelah lama tidak bertemu, setahun telah berlalu, 354 hari telah terlewatkan, 51 minggu juga telah berlalu, hari ini Ramadan kembali datang menyapa, menjeda sejenak segala kesibukan urusan dunia yang seolah-olah tidak ada ujungnya. Ramadan datang memberi jeda sejenak untuk kita tidak sekedar mengurusi dunia semata tetapi juga mengajak memanfaatkan momentum kesucian bulan suci Ramadan ini untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, menjadikan Ramadan kali ini lebih bermakna dari Ramadan yang telah berlalu disepanjang kehidupan kita,” ujarnya.

Dikatakannya, Sepanjang hidup Rasulullah SWT, beliau menjalani ibadah Ramadan selama sembilan kali atau sembilan tahun semasa hidupnya dengan ibadah ramadan sebanyak dua puluh sembilan hari dalam delapan kali ramadan dan 30 hari untuk satu kali ramadan. Ibadah ramadan datang dan diperintahkan Allah SWT di tahun kedua Hijriyah dalam fase perkembangan perjalanan Islam yang kedua.

Ia mengungkapkan sejarah kehadiran Islam yang dibawa Rasulullah Saw mengalami dua fase besar yaitu fase Makkiyah dan fase Madaniyah. Fase Makkiyah sekitar 13 tahun Rasulullah berjuang didalam menanamkan nilai nilai akidah dan ketauhidan kepada masyarakat jahiliyah dengan mengajarkan agama dan ketauhidan ditengah tengah masyarakat yang masih jahiliah.

Sedangkan Fase Madaniyah lanjutnya, masuk perkembangan Islam selama kurang lebih sembilan tahun setelah hijrah di kota Madinah. Sebuah fase pembentukan masyarakat islam yang mengalami kemajuan yang luar biasa yang oleh Robert N Bellah Sosiolog dari AS dalam bukunya Beyond Belief (1976) mengatakan bahwa masyarakat Madinah yang dibangun oleh Rasulullah SAW adalah masyarakat termaju dan termodern yang belum pernah terjadi sepanjang kehidupan umat manusia karena kemoderenan yang dicapai telah melampaui zaman yang seharusnya dijalani.

“Ketika bangsa Eropa belum mengenal apa yang disebut Hak Azasi Manusia, Dunia Islam telah membuat apa yang disebut dengan Piagam Madinah yang mengatur pola hubungan hidup antar bangsa dan umat yang berbeda, antar agama agar hidup damai dan rukun dalam sebuah masyarakat yang egaliter,” jelasnya.

“Kemajuan zaman yang diletakkan Rasulullah Saw dan kemudian menjadi teladan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara jauh setelah itu sampai hari ini tidak bisa dilepaskan dari kekuatan dan hikmah ramadan yang telah membentuk jati diri Rasulullah dan jati diri umat yang bersama rasulullah,” ungkapnya.

Ia mengulas, kekuatan Ramadan yang memberikan spirit tidak hanya duniawi tapi juga spirit spiritualitas untuk membangun kehidupan bersama. Ramadan tidak hanya dari sekedar kepentingan persoalan semata, tapi juga manfaat dan hikmah Ramadan yang diperoleh dari orang berpuasa dengan sabar, jujur, mengendalikan diri, terimplementasi dalam kehidupan sehari hari.

“Sebagai pedagang di pasar, PNS di kantor, siswa disekolah, puasa harus memberi manfaat dan dampak positif jangan sampai kita ini menolak kejahatan, tidak korupsi, suap dsb, hanya di bulan ramadan saja artinya ramadan itu tidak membentuk jati diri, tidak dapat memberi nilai positif bagi kehidupan berbangsa dan pergaulan dunia sehingga boleh jadi kita katakan bahwa keterbelakangan umat Islam di pentas dunia saat ini karena tidak dapat menangkap pesan utuh dari ramadan yang penuh hikmah didalam kehidupan sehari hari,” ungkapnya.

“Nilai ramadan yang mengajarkan kejujuran keadilan sikap menahan diri itu dipraktekkan oleh orang orang diluar negara kita dan mereka menjadi bangsa yang maju, patuh dan konsisten kepada aturan. Umat Islam ketinggalan boleh jadi karena ramadan bersifat pribadi saja tidak memberi dampak bagi kehidupan sehari hari,” ujarnya.

Karena itu ia mengajak kepada semua agar ramadan dilewati dalam 3 TA. Pertama adalah Tadzakkur kedua Tafakur ketiga Tasyakur agar supaya kita terhindar dari godaan 3 TA yaitu harta, tahta dan wanita. Ramadan mengajak kita untuk merenung atas capaian dan Potensi spiritual rohani kita untuk mencapai diri kepada Allah SWT agar tumbuh kesadaran baru yang sungguh sungguh.

Kedua, insaniah kita sebagai makhluk yang berfikir mari perkuat tafakur. Tidak ada yang sia sia, tidak ada yang lemah dan bodoh. Semua memiliki potensi yang sama diberikan akal oleh Allah SWT. Potensi ini kita kembangkan agar umat Islam bisa menguasai sains dan ilmu pengetahuan tidak terjebak bahwa kita hanya mengurusi ibadah. Soal sains dan Iptek menjadi urusan orang lain.

Ketiga adalah Tasyakur agar kita selalu menjadi orang yang selalu bersyukur kehadirat Allah SWT. Orang yang kaya adalah orang yang pandai bersyukur meskipun hidupnya berkekurangan, demikian sebaliknya. Jadi kekayaan dan kemiskinan adalah pada kualitas kesyukuran kita kepada Allah SWT.

Selanjutnya ramadan juga dapat menghindarkan diri dari sifat 3 TA yaitu Takabur yaitu sifat syaiton yang merasuki kehidupan umat manusia. Mereka menjadi sombong dan takabur. Ramadan mencegah kita dari sikap takabur yang mengganggap dirinya lebih hebat dari orang lain. Sulaiman Al Khawas memberi nasihat bagaimana cara menegur orang salah. Betapa mudah itu muncul didalam diri. Menunggu apalagi kesalahan yang akan dilakukan orang lain dan akan dikapitalisasi lalu dipermalukan didepan orang banyak. Oleh karena itu apapun kesibukan dan pekerjaan kita, mari saling mengingatkan dalam ingatan nasihat yang bijaksana, jangan mempermalukan dan mendzolimi saudara kita sesama muslim.

Kedua, kita terhindar dari sifat ta’ashub yaitu egoisme pribadi yang selalu ingin menang sendiri tidak mau berdiskusi mencari solusi. Apa yang menurut dia benar harus dipertahankan dan berjuang sampai mati sebagai sebuah kebenaran.

Ketiga menghindari sifat tamak yaitu rakus dan serakah. Kita ingin mengambil semua bagian dan melupakan apa yang menjadi bagian orang lain.

Maka kalau kita sudah bisa masuk dalam tahapan tasakkur, tafakkur dan tasyakkur dan terhindar dari takabbur, Ta’ashub dan tamak maka selepas ramadan kita menjadi orang orang yang kembali kepada jati diri yang sebenarnya suci dan bersih dan memulai hari mendatang untuk memajukan daerah dan bangsa kita dari kekuatan ramadan yang kita jalani amaliyahnya dengan segala kesungguhan dan ketulusan,” pungkasnya.

  • Bagikan