Bali, sibernas.id – Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) Tedros Adanom Ghebreyesus mengatakan peluncuran Dana Pandemi atau Pandemic Fund melalui Presidensi G20 Indonesia sebagai momentum bersejarah di sektor kesehatan.
“Terima kasih sekali lagi, ini sangat bersejarah. Kami sangat senang dengan terbentuknya Dana Pandemi,” kata Tedros Adanom Ghebreyesus saat hadir secara virtual dalam Peluncuran Pandemic Fund di Hotel Mulia, Nusa Dua Bali, Minggu.
Menurut Tedros, pandemi COVID-19 yang diberlakukan WHO sejak 11 Maret 2020, dan masih terjadi hingga sekarang bukanlah pandemi terakhir yang diperkirakan melanda dunia.
“Dampak berikutnya yang mengancam adalah efek urbanisasi dan deforestasi pada perubahan iklim menambah keparahan frekuensi dan dampak ekonomi dari epidemi dan pandemi menjadi lebih besar,” kata Tedros menambahkan.
“Kecuali kita mengambil tindakan bersama dan terkoordinasi sebagai satu komunitas global,” katanya.
Ia mengatakan, COVID-19 telah memicu berbagai masalah di sektor ekonomi dan kesehatan secara global.
Penderitaan dan rasa kehilangan yang dialami selama pandemi, kata Tedros, merupakan bentuk pelajaran untuk menerapkan strategi yang membuat dunia lebih tangguh dari potensi pandemi di masa depan.
Dana Pandemi digagas sejak masa Presidensi G20 Italia pada 2021, tetapi baru berhasil disepakati dan rampung di bawah kepemimpinan Indonesia pada tahun ini.
G20 kali ini juga membentuk lembaga pengelola Pandemic Fund (governing board) di bawah kepemimpinan Menteri Keuangan RI Periode 2013-2014 Chatib Basri dan Menteri Kesehatan Rwanda Daniel M Ngamije.
Pandemic Fund Governing Board bertugas menyeleksi berbagai pengajuan proposal dari seluruh negara yang membutuhkan alat diagnostik, obat-obatan, dan vaksin.
Negara-negara G20 dan di luar kelompok G20 nantinya dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh dana pandemi untuk memperkuat kemampuan mencegah dan menanggulangi ancaman pandemi di masa depan.
Pandemic Fund yang telah terkumpul berkisar 1,4 miliar dolar AS atau setara Rp21,7 triliun dari 15 negara dan tiga lembaga filantropi.
Jumlah itu diperkirakan masih terus bertambah melalui kontribusi Australia, Prancis, dan Arab Saudi.