Jakarta, Sibernas.id – Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN – Menurut perhitungan Indeks Pembangunan Berwawasan Kependudukan (IPBK) tahun 2024 oleh Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN, Provinsi Bali memiliki nilai indeks tertinggi yaitu 80,0 (status PBK: tinggi) yang berarti pembangunan di Provinsi Bali fokus pada penduduk.
“IPBK menggunakan skala 0-100 dan bermakna positif. Artinya, nilai IPBK yang semakin besar menunjukkan bahwa kondisi pembangunan berwawasan kependudukan di suatu wilayah semakin baik, dan sebaliknya,” ujar Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN Dr. Bonivasius Prasetya Ichtiarto, SSi, MEng pada sambutannya saat membuka acara Diseminasi Indeks Pembangunan Berwawasan Kependudukan Tahun 2024 Selasa (29/10/2024) yang diselenggarakan secara hybrid di Hotel Swiss-Belresidences, Jakarta dan zoom meeting.
Bonivasius mengatakan bahwa di tingkat nasional capaian nilai IPBK tahun 2024 adalah 61,8 (status PBK: menengah atas). IPBK terrendah terdapat di Provinsi Papua Pegunungan sebesar 28,4 (status PBK: rendah).
“IPBK adalah indikator penting karena merupakan penanda apakah pembangunan yang telah berjalan sudah menjadikan penduduk bukan hanya sebagai objek, namun juga subjek pembangunan. Selain itu, juga bagaimana pembangunan tetap memerhatikan peningkatan kualitas penduduk sehingga penduduk dapat menjadi bahan bakar pembangunan, yang kemudian hasilnya dapat dinikmati dalam jangka panjang,” imbuhnya.
Sumber data yang digunakan untuk penghitungan IPBK tahun 2024 berasal dari data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Kesehatan.
“Sebanyak 19 indikator IPBK menggunakan data yang diolah dari data Potensi Desa (Podes) tahun 2021, Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) KOR Maret 2023, Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2023, serta publikasi BPS untuk tingkat kemiskinan Maret tahun 2023. Satu indikator, yakni stunting, mengkompilasi data Kemenkes dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023,” tambah Bonivasius.
*Pembangunan Berwawasan Kependudukan, Penduduk Sebagai Pusat Pembangunan*
IPBK dibentuk dari 5 (lima) dimensi pembangunan berwawasan kependudukan yang meliputi Dimensi Partisipasi, Dimensi Keberlanjutan, Dimensi Inklusivitas, Dimensi Holistik Integratif, dan Dimensi Kesetaraan.
“Kelima dimensi tersebut merupakan elaborasi dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan memiliki keterkaitan dengan capaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs). Karena itu, berbagai dimensi dan indikator IPBK mencerminkan proses pembangunan kesehatan, pendidikan, dan ekonomi,” lanjutnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Pemaduan Kebijakan Pengendalian Penduduk BKKBN Lisna Prihantini, S.Psi, M.Si mengungkapkan bahwa penentuan angka minimal dan maksimal dalam standardisasi nilai indikator sebelum penghitungan IPBK dilakukan mempertimbangkan hak-hak individu sebagai manusia yang akan terlibat dalam pembangunan, kemampuan pemerintah dalam penyediaan layanan dan pembangunan infrastruktur, target capaian pemerintah dalam jangka panjang.
Ia juga memaparkan indikator yang menjadi perhitungan pada masing-masing dimensi dalam IPBK.
“Pada dimensi partisipasi terdapat indikator jaminan kesehatan, Contraceptive Prevalence Rate (CPR), Angka Partisipasi Sekolah (APS) SLTA, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) usia 20 – 64 tahun. Kemudian indikator pada dimensi keberlanjutan antara lain rumah layak, sumber air minum bersih, dan sanitasi layak,”
Pada dimensi inklusivitas terdapat indikator tingkat kemiskinan, unmet need, pendidikan anak rumah tangga miskin, penyandang disabilitas yang bekerja, dan lansia mandiri. Dimensi selanjutnya yaitu holistik integratif yang terdiri dari indikator stunting, akses informasi, perkawinan usia dini, akses transportasi umum, dan akta lahir balita. Dimensi terakhir yaitu kesetaraan yang terdiri dari indikator kesetaraan jabatan, prevalensi kekerasan, dan kesenjangan pendapatan.
Penghitungan IPBK tahun 2024 dilakukan untuk tingkat nasional, 38 provinsi, dan 514 kabupaten/kota. Direktur Analisis Dampak Kependudukan BKKBN Dr. Faharuddin, S.ST., M.Si. yang juga memberikan materi pada acara ini menjabarkan nilai IPBK seluruh provinsi di Indonesia.
“IPBK dengan status rendah antara lain provinsi Papua Pegunungan sebesar 28,4; Papua Tengah sebesar 33,7; Papua Selatan sebesar 47,9; Papua Barat Daya 49,5. Provinsi dengan status IPBK menengah bawah yaitu Nusa Tenggara Timur 51,1; Papua Barat 52,0; Maluku 55,1; Papua 55,6; Nusa Tenggara Barat 56,9; Bengkulu 57,1; Kalimantan Barat 57,8; Jawa Barat 59,3; Sulawesi Barat 59,8; dan Sulawesi tenggara 59,8,” papar Faharuddin.
Selanjutnya provinsi dengan IPBK dengan status menengah atas yaitu Maluku Utara 61,1; Banten 61,3; Gorontalo 61,4; Sulawesi Tengah 61,8; Lampung 62,1; Aceh 62,7; Jawa Tengah 63,4; Sumatera Selatan 63,5; Kalimantan Tengah 63,6; Jawa Timur 63,6; Sulawesi Selatan 63,7; DI Yogyakarta 64,5; Kalimantan Utara 64,9; Kalimantan Selatan 64,9; Sumatera Utara 66,1; DKI Jakarta 66,2; Kep. Bangka Belitung 66,4; Jambi 66,5; Riau 66,8; Sulawesi Utara 67,3; Sumatera Barat 67,4; Kalimantan Timur 67,8; dan Kepulauan Riau 68,7.
“Sedangkan provinsi dengan status PBK tinggi hanya provinsi Bali,” tambahnya.
IPBK sebagai alat ukur untuk memahami gambaran pembangunan berwawasan kependudukan dapat dimanfaatkan oleh para pemangku kepentingan lintas sektor di berbagai tingkatan wilayah dalam perumusan kebijakan dan perencanaan pembangunan.
Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN mendorong para pemangku kepentingan, baik internal, termasuk Perwakilan BKKBN Provinsi seluruh Indonesia, maupun kementerian/lembaga terkait, agar memanfaatkan hasil penghitungan IPBK dan status PBK tahun 2024. Pemanfaatan dimaksud dalam rangka untuk menyusun analisis kondisi PBK di tingkat nasional, tingkat provinsi, dan tingkat kabupaten/kota; melaksanakan pemantauan dan evaluasi PBK; dan/atau merumuskan rekomendasi kebijakan.