Rencana Pembangunan Smelter atau pabrik pemurnian nikel oleh PT Tiran di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra) terus mengalir dari berbagai elemen masyarakat.
Salah satu dukungan tersebut datang dari Haris Palisuri yang merupakan aktivis senior di Lembaga Swadaya Masyarakat daerah itu.
Haris Palisuri memiliki pandangan berbeda menanggapi aksi-aksi berkaitan Rencana Pembangunan Smelter PT Tiran Mineral di Kabupaten Konawe Utara.
“Selama kehadiran pembangunan smelter tidak merugikan rakyat dan lingkungan hidup setempat, dan ada jaminan kehadiran Smelter tingkatkan taraf hidup rakyat miskin di Konut saya mendukung,” kata Haris Palisuri, Senin.
Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMATRA) dan mantan Direktur WALHI Sultra periode pertama ini mengaku bahwa beberapa bulan lalu memprotes langkah PT TIRAN Indonesia menangani unjuk rasa warga masyarakat adat Langgikima Konut.
Namun, namun ia mendukung pembangunan smelter PT Tiran Mineral di Konut dengan beberapa alasan, yang pertama bahwa Sultra ini ditakdirkan menjadi episentrum nikel Indonesia dan miliki cadangan biji nikel terbesar di dunia.
Maka bentuk kesyukuran atas SDA ini, Pemerintah utamanya Pemda harus memastikan bahwa penduduk sultra dijamin sejahtera.
“Tapi, kalau masih ada peminta minta di lampu merah. maka Pemda akan berurusan dengan Tuhan,” katanya.
Alasan kedua, pengelolan nikel sampai saat ini, yang mengambil manfaat dan keuntungan terbesar atas bijih nikel Sultra adalah PMA (Penanaman Modal Asing) baik yang di Morosi Sultra maupun yang di Morowali (Sulteng) termasuk tenaga kerja nya didatangkan dari luar seperti dari China.
Alasan ketiga, dari data investasi di Sultra, Tiran Group mebuktikan sebagai pengusaha pribumi mampu realisasikan Rp5 triliun Investasi Pabrik Gula Bombana.
“Dari data ini, saya optimis bahwa Tiran Group mampu membangun Smelter dalam skema PMDN(Penanaman Modal Dalam Negeri), dan harus didukung sebagai tandingan/melawan PMA (Penanaman Modal Asing),” katanya.
Sehingga kedepan kata dia, daerah ini tidak disesaki lagi dengan kedatangan tenaga kerja dari Negara China yang masuk ke Sultra tertutama di Konawe Utara.
“Cukuplah Smelter Morosi (Konawe) jadi pengalaman pahit bagi tenaga kerja lokal dari penduduk asli Konawe,” katanya.
Untuk itu, Haris berharap kepada pihak PT Tiran untuk memberikan ruang melibatkan masyarakat sipil terutama di Konut dalam proses pembangunan Smelter tersebut.
“Masyarakat sipil harus memastikan diri untuk terlibat dan/atau dilibatkan langsung atau tidak langsung mengawal dan memastikan bahwa pembangunan smelter tersebut tidak merugikan rakyat setempat, memastikan jaminan pemulihan lingkungan, dan memastikan keadilan bagi pelibatan kemitraan untuk pengusaha lokal sultra terutama pengusaha lokal di Konawe Utara,” pungkasnya.