Kendari, sibernas.id – Dalam upaya memperkuat pelestarian bahasa dan sastra daerah Sulawesi Tenggara (Sultra), Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sultra berkolaborasi dengan Kantor Bahasa Provinsi Sultra, menggelar Kongres Internasional IV, Bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi Tenggara.
Acara yang berlangsung selama dua hari, 21-22 November 2023, di salah sat Hotel di Kota Kendari menjadi panggung bagi berbagai kalangan, seperti pejabat, pakar bahasa, budayawan, akademisi, peneliti, pegiat komunitas, dan tokoh masyarakat, untuk berdiskusi dan menyampaikan pemikiran mereka terkait pelestarian bahasa dan budaya.
Tema kongres, “Tapalagi Bahasa dan Sastra, Sultra Mokora,” mencerminkan komitmen untuk melestarikan kekayaan bahasa dan sastra di Sultra.
Narasumber dari berbagai latar belakang diundang untuk berbagi pandangan dan solusi terhadap berbagai tantangan yang dihadapi dalam upaya menjaga vitalitas bahasa daerah di Indonesia.
Andap Budhi Revianto, membuka Kongres Internasional IV Bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi Tenggara dengan sentuhan keberagaman budaya yang memukau.
Dalam pidatonya, Andap tidak hanya menyapa peserta kongres dengan penuh semangat, tetapi juga memperkenalkan kekayaan linguistik daerah dengan menyebutkan 9 bahasa yang tumbuh subur di tanah Sulawesi Tenggara.
Andap dengan fasih menyebutkan kesembilan bahasa daerah tersebut, menciptakan momen yang penuh kebanggaan dan kekayaan budaya.
Bahasa Ciacia, Culambacu, Kulisusu, Lasalimu-Kamaru, Moronene, Muna, Wolio, Tolaki, dan Bahasa Wakatobi membentuk kerangka identitas budaya yang kuat bagi masyarakat Sulawesi Tenggara.
“Mari kita pergunakan hasanah kekayaan kita, bahasa daerah kekayaan budaya, keragaman Indonesia, meneguhkan identitas Indonesia,” kata Andap, saat membuka Kongres Internasional IV Bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi Tenggara, pada Selasa (21/11/2023).
Dia juga menekankan perlunya kongres ini menjadi landasan untuk menyusun kebijakan bersama dalam rangka pelestarian bahasa dan sastra daerah pada tahun 2024.
Andap juga menginstruksikan kepala daerah untuk mengumpulkan manuskrip dan arsip terkait bahasa dan aksara di Sulawesi Tenggara.
Langkah ini bertujuan agar materi tersebut dapat dijadikan memori kolektif bangsa, Ingatak Kolektif Bangsa, dan bahkan menjadi bagian dari Memory Of World UNESCO.
Dengan langkah-langkah konkret seperti ini, diharapkan pelestarian bahasa daerah dapat menjadi salah satu faktor yang membawa Sulawesi Tenggara menjadi provinsi yang kuat dalam segala aspek.
Andap menyambut baik upaya pelestarian 9 bahasa daerah yang dilaksanakan Balai Bahasa Provinsi Sultra.
Menurutnya, bahasa daerah adalah jati diri suku bangsa dan perlu terus dilestarikan agar tidak punah.
Sementara itu, Menurut Uniawati, Kepala Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara, Kongres itu menjadi wadah penting untuk saling bertukar pikiran dan pandangan terhadap persoalan kebahasaan dan kesastraan yang dihadapi oleh bangsa ini dari Sabang hingga Merauke.
“Isu paling krusial yang dibahas adalah kepunahan bahasa daerah, terutama di Sulawesi Tenggara,” imbuh Uniawati.
Dari 9 bahasa daerah di Sulawesi Tenggara, 7 di antaranya terancam punah, termasuk bahasa Ciacia, Culambacu, Kulisusu, Lasalimu-Kamaru, Moronene, Muna, dan Tolaki. Situasi ini memerlukan penanganan serius agar vitalitas bahasa tersebut tidak semakin menurun.