Umar Bonte: Penghinaan Suku Bermuatan Politis, Tangkap Aktor Intelektualnya

  • Bagikan

Kendari, sibernas.id – Penghinaan terhadap suku di Sulawesi Tenggara kerap kali terjadi. Beberapa hari belakangan ini, sosial media platform Facebook kembali heboh karena adanya dugaan pelecehan pada suku Muna oleh akun Aldi Aldi di grup Rumpun Ombonowulu. Hal ini memicu reaksi sejumlah massa suku Muna di Kota Kendari.

Kamis, 8 Juni 2023, sejumlah massa dipimpin Hendrawan Sumus Gia melakukan unjuk rasa di Mapolda Sulawesi Tenggara. Massa menuntut kepolisian segera mengusut dan menangkap pemilik akun yang mencoreng salah satu suku asli Sultra tersebut. Karena hal ini bisa merusak citra dan tatanan budaya dan adat istiadat yang dijunjung tinggi masyarakat Sultra.

Ketua DPP KNPI, La Ode Umar Bonte, juga mengecam perilaku tidak bermoral di sosial media tersebut. Menurutnya, penghinaan terhadap suku di Sultra sarat muatan politis. Sebab sudah beberapa kali terjadi hal yang sama, tak hanya suku Muna, suku Tolaki dan lainnya pun terjadi di daerah yang menjunjung adat istiadat ini.

“Saya sangat yakin, ini dimanfaatkan untuk muatan politis. Mereka ingin membangkitkan kemarahan suku tertentu untuk mengadu domba. Ini sangat merendahkan suku Muna. Tidak boleh dibiarkan,” ujar Umar Bonte yang juga mantan anggota DPRD Kota Kendari ini.

Kata UB (sapaan akrabnya), Kapolda Sultra harus menindak tegas pelaku penghinaan suku. Tidak hanya pemilik akun sosial media, aktor intelektual dibalik perilaku tersebut juga harus dicari dan ditangkap. Sebab hal seperti ini sudah sering terjadi di momen mendekati Pemilu dan Pilkada. Ada desain politik yang dibangun kelompok tertentu.

“Kita menghadapi pemilihan gubernur, pelecehan terhadap suku sudah sering menjadi tunggangan politik. Kapolda Sultra harus segera menangkap pelaku seperti ini, tindak tegas,” kata UB.

Akun Aldi Aldi di Facebook menulis, “Berdasarkan penelitian Asal usul masyarakat muna berawal dari para bud@k yang di penjarakan oleh bangsawan kerajaan di masa lampau”. Sembari melampirkan foto patung setengah tubuh manusia yang berjajar dan diberi rantai besi di leher patung.

Berdasarkan penelurusan media ini di Google gambar, foto tersebut merupakan monumen seni patung di Sansibar negara Tanzania, Afrika, yang diberi nama Memory For the Slaves untuk mengenang kisah perbudakan di masa lampau di benua Afrika.

Penyebutan asal usul masyarakat Muna berawal dari perbudakan, dianggap merendahkan suku. Sebab menurut sejarah, kata Umar Bonte, kerajaan Muna tidak pernah dijajah oleh Belanda pada masa penjajahan di nusantara. Karena itu, penyataan-pernyataan di sosial media yang tidak berlandaskan intelektual dan akademis, harus ditindak hukum.

“Penghinaan terhadap Suku kami ini sangat menyakitkan. Kami sangat sedih, ini sudah melampaui batas. Penghinaan suku itu terlalu biadab dan sangat menjijikkan. Saya sangat sedih bahkan saya sampai meneteskan airmata saat membaca tulisan itu. Sangat sedih betul. Karna itu Kapolda harus segera tangkap,” imbuh putra asli Kabupaten Muna yang kini berkiprah di ibukota negara, Jakarta.

“Kami orang Muna bukan budak, justru dalam sejarah kamilah yg membuktikan kalau orang Muna selalu tangguh dan intelek,” tandasnya.

  • Bagikan