TINGGINYA JUMLAH PENDERITA COVID-19 DAN PEMBATASAN MOBILITAS SELAMA PANDEMI

  • Bagikan
Nurnianah
Dra Nurnianah

Oleh Dra Nurnianah

Tahun 2020 menjadi tahun dimana seluruh dunia dihadapkan pada situasi yang belum pernah dialami sebelumnya, bahkan cenderung belum diantisipasi. Beberapa bulan memasuki tahun ini, semakin disadari bahwa kondisi ini bukan sesuatu yang sifatnya sementara, yang akan berakhir dalam beberapa bulan dan setelah itu seluruh sendi kehidupan di seluruh dunia akan kembali seperti semula. Pandemi yang disebabkan oleh penyebaran virus Covid-19 ini nampaknya masih akan menjadi permasalahan dunia untuk beberapa waktu ke depan.

Penelitian selanjutnya menunjukkan hubungan yang dekat dengan virus corona penyebab Severe Acute Respitatory Syndrome (SARS) yang mewabah di Hongkong pada tahun 2003, hingga WHO menamakannya sebagai novel corona virus (nCoV-19). Tidak lama kemudian mulai muncul laporan dari provinsi lain di Cina bahkan di luar Cina, pada orangorang dengan riwayat perjalanan dari Kota Wuhan dan Cina yaitu Korea Selatan, Jepang, Thailand, Amerika Serikat, Makau, Hongkong, Singapura, Malaysia hingga total 25 negara termasuk Prancis, Jerman, Uni Emirat Arab, Vietnam dan Kamboja. Ancaman pandemik semakin besar ketika berbagai kasus menunjukkan penularan antar manusia (human to human transmission) pada dokter dan petugas medis yang merawat pasien tanpa ada riwayat berpergian ke pasar yang sudah ditutup.

Laporan lain menunjukkan penularan pada pendamping wisatawan Cina yang berkunjung ke Jepang disertai bukti lain terdapat penularan pada kontak serumah pasien di luar Cina dari pasien terkonfirmasi dan pergi ke Kota Wuhan kepada pasangannya di Amerika Serikat. Penularan langsung antar manusia (human to human transmission) ini menimbulkan peningkatan jumlah kasus yang luar biasa hingga pada akhir Januari 2020 didapatkan peningkatan 2000 kasus terkonfirmasi dalam 24 jam. Pada akhir Januari 2020 WHO menapkan sttus Global Emergency pda kasus virus Corona ni dan pada 11 Februari 2020 WHO menamakannya sebagai COVID-19.

Kini di Indonesia jumlah orang yang terinfeksi dan meninggal karena terinfeksi Covid-19 terus meningkat, dengan sebaran wilayah yang semakin luas setiap harinya. Karena gerak orang yang terinfeksi sama dengan gerak sebaran virus, pembatasan ruang gerak orang menjadi sangat penting. Kerja sama semua pihak menjadi modal utama suksesnya pembatasan mobilitas orang. Jika itu gagal, kita akan sangat sulit mengatasi wabah ini.

Dari sisi hak asasi manusia, pembatasan mobilitas orang diperbolehkan demi kepentingan melindungi kesehatan publik seperti dalam kondisi ancaman pandemi corona saat ini. Pasal 4 dan Pasal 12 ayat 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik memberikan ruang kepada negara untuk membatasi gerak seseorang ketika negara benar-benar menghadapi situasi darurat kesehatan. Selanjutnya, prinsip-prinsip untuk membatasi hak individu bebas bergerak itu termaktub dalam Siracusa Principles, yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 1984.

Dalam Siracusa Principles, pembatasan pergerakan orang-orang bisa dilakukan pemerintah dengan didasari hukum nasional yang jelas, berlaku umum, dan tidak sewenang-wenang serta dibuat secara demokratis. Pembatasan ditujukan untuk ketertiban umum serta dijalankan oleh aparatur negara yang bisa dikontrol dalam sistem yang demokratis.

Melihat perkembangan sebaran orang-orang yang terinfeksi Covid-19 di Indonesia, pembatasan mobilitas orang perlu diambil oleh pemerintah untuk melindungi kesehatan publik. Paling tidak pemerintah dapat membatasi mobilitas orang antarpulau dan membatasi orang berkumpul atau berkerumum dalam jumlah besar di satu tempat. Dengan demikian, pemerintah akan punya ruang untuk menata zona-zona pelayanan kesehatan dan memaksimalkan penggunaan sumber daya menjadi lebih baik sekaligus melokalisasi wilayah penyebaran.

Di samping itu, pemerintah harus segera menjalankan kewajibannya melindungi hak atas pelayanan kesehatan. Ada beberapa prinsip yang perlu diacu. Pertama, perlu adanya ketersediaan layanan kesehatan yang mencukupi bagi penduduk secara keseluruhan. Kedua, layanan kesehatan tersebut harus bisa dijangkau oleh penduduk, baik dari sisi biaya maupun lokasi. Ketiga, layanan kesehatan tersebut harus sesuai dengan standar yang ada. Keempat, layanan kesehatan tersebut harus bisa diakses secara setara oleh setiap orang, dengan perhatian khusus kepada kelompok paling rentan (Asbjorn Eide, 2001).

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Hak Sosial, Ekonomi, dan Budaya menegaskan kewajiban negara dalam pencegahan, pengobatan, dan pengendalian segala penyakit menular, endemik, dan penyakit lainnya yang berhubungan dengan pekerjaan. Ketentuan ini sejalan dengan Undang-Undang Karantina Kesehatan.

Pengertian karantina kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan. Kedaruratan terjadi ketika ada penyakit menular yang luar biasa. Karantina bisa dilakukan dari rumah, rumah sakit, dan wilayah.

Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 yang dipimpin oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana harus diberi kewenangan untuk membatasi mobilitas orang sekaligus mengkoordinasikan pemberlakuan karantina kesehatan. Untuk bisa menjalankannya, semua instansi yang ditugasi oleh Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas harus memberikan dukungan maksimal. Agar Gugus Tugas bisa bekerja maksimal, harus ada sokongan anggaran yang pasti, personel yang memadai, dan bisa menggunakan segala sumber daya yang ada.

Dalam konteks perlindungan dan pemenuhan hak asasi, Gugus Tugas merupakan representasi pemikul kewajiban negara. Terutama kewajiban memenuhi hak, yang terdiri atas fasilitasi dan penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan. Dalam konteks penanganan wabah ini, Gugus Tugas wajib menyediakan segala kebutuhan alat dan tenaga kesehatan di rumah-rumah sakit dan memfasilitasi setiap orang yang diduga terinfeksi.

(Penulis adalah ASN Lingkup BKKBN Perwakilan Sultra dengan jabatan fungsional/TMT adalah Penyuluh Keluarga Berencana Ahli Muda)

  • Bagikan