Sekprov Sultra Buka Giat Monitoring dan Evaluasi Inklusi dan Literasi Keuangan se-Sultra

  • Bagikan

Kendari, sibernas.id – Sekretaris Provinsi (Sekprov) Sulawesi Tenggara, Asrun Lio (Sultra) Asrun Lio membuka secara resmi kegiatan Monitoring dan Evaluasi Inklusi dan Literasi Keuangan dengan tema “mendorong inklusi keuangan yang berkualitas melalui pendalaman dan penguatan literasi keuangan”, bertempat di Aula Merah Putih Rumah Jabatan (Rujab) Gubernur Sultra, Kamis, 13 April 2023.

Hadir dalam acara tersebut, Tim Kedeputian Bidang Perekonomian Sekretaris Kabinet RI, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sultra, Deputi Direktur Akses Keuangan Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi Otoritas Jasa Keuangan RI, Kepala Kantor Otoritas Jasa Keuangan Provinsi Sultra, Kepala OPD Lingkup Pemerintah Provinsi Sultra, Kepala Biro Perekonomian Sultra,  Kepala Bagian Perekonomian Sekretariat Daerah Kabupaten dan Kota se-Sultra, Sekdis Ketapang Sultra dan pejabat terkait.

Mengawali sambutan, Kepala OJK Sultra Arjaya Dwi Raya mengatakan, berdasarkan hasil Survey Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilaksanakan oleh jasa keuangan pada tahun 2022 terdapat 14.634 responden di 3 tempat di Provinsi Indonesia, tingkat literasi dan inklusi keuangan nasional sebesar 49,68% dan 85% untuk inklusi. Secara khusus Sulawesi Tenggara indeks privasi orang sebesar 31,90% cukup jauh ditingkat nasional.

“Salah satu kemajuan yang dapat kami laporkan dari TPAKD adalah untuk mendorong program kredit atau pembiayaan melalui rentenir yaitu skema pembiayaan proses cepat dan berbiaya rendah, kami mengharapkan agar dapat menjadi salah satu jawaban pembiayaan yang murah dan terjangkau untuk para pengiat pariwisata ,pelaku usaha mikro dan kecil (UMKM) serta bukan hanya untuk mempertahankan hidup juga dapat membangkitkan usaha pasca pandemi,”ungkapnya.

Ia menambahkan, perkembangan industry Jasa Keuangan di Provinsi Sultra dibawah pengawasan OJK, untuk usaha Perbankan Sultra per Februari 2023 meningkat menjadi sebesar 44,5 Triliun atau tumbuh sebesar 10,6% baik di tahun lalu atau year on year, jumlah investor pasar modal posisi Januari 2023 Provinsi Sultra mengalami pertumbuhan positif sebesar 280.12 investor tumbuh 44,12% year on year.

Sementara itu, Sekprov Sultra Asrul Lio dalam sambutannya mengatakan, isu akses keuangan, telah menjadi perhatian secara nasional. Hal ini sesuai dengan arahan Presiden terkait target capaian inklusi keuangan sebesar 90% di tahun 2024 dan Peraturan Presiden nomor 114 tahun 2020 tentang Strategis Nasional Keuangan Inklusif (SNKI).

Lanjutnya, percepatan akses keuangan di daerah menjadi salah satu strategis dalam mendukung pemulihan perekonomian indonesia dan pencapaian target literasi dan inklusi keuangan. Setiap peningkatan 1% dari kedua indeks literasi keuangan akan meningkatkan Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM) sebesar 0,16%.

“IPM Provinsi Sultra mengalami peningkatan yang semula 71,66 pada tahun 2021 menjadi 72,23% pada tahun 2022, dengan ukuran kesejahteraan mencakup tiga aspek utama pembangunan manusia yaitu, pertama, Kesehatan (harapan hidup), kedua, Pendidikan (Pengetahuan), dan ketiga Ekonomi (standar hidup layak),”ungkapnya.

Dalam pencapaian tersebut, lanjutnya, masih dapat ditingkatkan, melalui peran dan penguatan dari Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) sebagai Forum Koorinasi Antara Pemerintah, OJK, Lembaga Jasa Keuangan dan Stakeholders terkait untuk peningkatan percepatan akses keuangan di daerah dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi daerah serta mewujudkan masyarakat yang lebih sejahtera.

“Selain itu, perlu juga kami sampaikan bahwa dari 17 Kabupaten/Kota yang ada di Sultra, hanya 6 Pemerintah Kabupaten/Kota yaitu, Kota Kendari, Kabupaten Konawe, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Bombana, Kabupaten Buton Utara, serta Kabupaten Kolaka Timur,”katanya.

Oleh karena itu, ia berharap bersama OJK, Pemerintah Kabupaten/Kota serta semua pihak agar dapat mendorong pembentukan TPAKD pada pemerintah daerah sehingga dapat mengatasi rendahnya tingkat literasi keuangan masyarakat, akses terbatas ke layanan keuangan, terutama di daerah terpencil, serta kurangnya pemahaman dan kesadaran akan pentingnya inklusi keuangan bagi pembangunan ekonomi daerah.

 

  • Bagikan