Jakarta, sibernas.id – PT Aneka Tambang atau Antam telah melakukan beberapa penjajakan kerja sama hilirisasi nikel dengan fokus utama merealisasikan kerja sama proyek baterai dengan calon mitra produsen baterai terbesar global.
Direktur Pengembangan Usaha Antam Dolok Robert Silaban mengatakan telah menjalin kerja sama dengan Indonesia Battery Corporation (IBC), CBL, LG Energy Solution, dan CNGR.
“Lingkungan proyek yang akan dilakukan Antam dengan mitra strategis mulai dari hulu mencakup penambangan, pengolahan nikel, selanjutnya akan digunakan untuk memproduksi bahan baku baterai, pembuatan baterai, bahkan sampai termasuk daur ulang baterai,” ujarnya dalam konferensi pers usai Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) di Jakarta, Selasa.
Dolok menuturkan kerja sama itu diharapkan bisa mewujudkan cita-cita Indonesia untuk menjadi salah satu pemain baterai terbesar di dunia, serta dapat mengakselerasi pertumbuhan ekosistem kendaraan listrik, membuka lapangan pekerjaan baru, meningkatkan TKDN, dan juga meningkatkan kompetitif industri kendaraan listrik dalam negeri, serta pengguna baterai untuk kebutuhan lainnya.
Antam mendukung penuh inisiasi pemerintah Indonesia dalam pengembangan baterai kendaraan listrik sebagai upaya untuk pengembangan hilirisasi industri baterai yang terintegrasi.
Pada 23 Agustus 2022, para pemegang saham Antam telah menyetujui aktivitas spin-off sebagian segmen usaha pertambangan nikel kepada anak usahanya PT Nusa Karya Arindo (NKA) dan PT Sumberdaya Arindo (SDA) untuk memperkuat bisnis nikel sebagai salah satu bahan penting dalam baterai kendaraan listrik.
Direktur Utama Antam Nico Kanter mengatakan spin-off atau pemisahan sebagian segmen usaha pertambangan nikel kepada dua anak usaha dilakukan sejalan dengan upaya perseroan dalam menyiapkan pengembangan usaha yang lebih optimal guna meningkatkan performa segmen nikel.
Sepanjang tahun 2021, Antam mencatatkan kinerja keuangan yang positif dengan laba bersih Rp1,86 triliun atau lebih besar ketimbang laba bersih tahun 2020 yang tercatat senilai Rp1,14 triliun.
Kinerja positif itu tidak terlepas dari upaya perseroan melakukan inovasi produksi dan penjualan dengan fokus pada peningkatan nilai tambah produk, optimalisasi tingkat produksi, dan penjualan serta implementasi kebijakan strategis dalam pengelolaan biaya yang tepat dan efisien.
Melalui implementasi best business practices, perusahaan mampu mencatatkan nilai penjualan sebesar Rp38,44 triliun atau tumbuh 40 persen jika dibandingkan pendapatan tahun 2020 sebesar Rp27,37 triliun.