Kendari, sibernas.id – Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Sulawesi Tenggara (Sultra) H Zainal Mustamin membuka secara resmi kegiatan Peningkatan Kompetensi Penceramah Agama Islam dan Dialog Kerukunan Intern Umat Beragama Tingkat Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2023, di Aula Hotel Plaza Kubra Kendari, Jumat (10/3/2023).
Turut hadir, Kepala Bagian TU H Muhamad Saleh, Kepala Bidang Penerangan Agama Islam dan Pemberdayaan Zakat Wakaf H Jumaing, Pimpinan Ormas, Kepala KUA, serta para penceramah agama.
Kakanwil mengatakan, menjelang Ramadhan, para penceramah dan pembimbing masyarakat di lini terdepan, intensitasnya akan semakin tinggi di bulan suci Ramadan dalam memberikan pesan-pesan keagamaan dan pesan-pesan pembangunan kepada umat.
“Banyak orang yang bisa menjadi akademisi, namun tidak semua orang bisa menjadi penceramah. Akademisi belum tentu bisa menjadi penceramah, tapi penceramah itu adalah pencerah masyarakat yang bisa menutur dengan referensi akademik,” ungkapnya.
Penceramah mendapatkan mandat dari Tuhan sekaligus amanah dari negara sebagai penceramah, yang di satu sisi adalah hamba ciptaan Allah SWT, sebagai umat yang mendapatkan tugas sebagai penyeru kebaikan dan pencegah kemungkaran dan tidak semua orang bisa mendapatkan peran itu.
“Di sisi lain sebagai warga negara yang hidup di bangsa Indonesia yang harus kita cintai dan jaga dari pesan-pesan keagamaan yang penuh dengan kekerasan. Kecintaan kepada negara juga dicontohkan oleh Rasulullah Saw,” jelasnya.
Meskipun Rasulullah Saw sudah menaklukkan kota Makkah, kerinduan beliau untuk kembali ke Madinah itu sangat tinggi. Kota di mana dia sukses melakukan hijrah dan pada akhir hayatnya menghembuskan nafas di kota Madinah bukan di kota kelahirannya. Madinah adalah negeri perjuangan Rasulullah SAW dalam menegakkan agama Allah sedangkan Makkah adalah kota kelahiran beliau.
“Mencintai agama dan negara adalah bagian dari sifat Rasulullah. Jangan kita mempetakonflikkan antara kecintaan kita pada negara dan kecintaan kita pada agama,” tegasnya.
Menurut Kakanwil, kecintaan kepada agama tidak akan memiliki ruang atau tempat tanpa ada negara. KeIndonesiaan dan keIslaman tidak untuk diperdebatkan. Karena setiap orang menjadi warga negara sekaligus menjadi hamba Allah yang menjalankan tugas-tugas kebangsaan.
“Dalam konteks ini saya melihat bahwa kegiatan ini menjadi sangat penting dan urgen untuk memposisikan diri kita. Ketika isu sertifikasi penceramah pertama kali bergulir kita semua kaget dan protes. Padahal yang benar adalah penceramah yang bersertifikat,” tuturnya
Penceramah yang bersertifikat artinya mereka telah ditingkatkan kompetensinya dari yang semula memiliki kemampuan yang ada, ditambah dengan kemampuan-kemampuan lain agar kompetensi itu semakin komprehensif dan meningkat. Menjadi penceramah yang bersertifikat tidak diragukan lagi oleh negara, jika ditugaskan dan penceramah bisa ditugaskan ke daerah-daerah terluar terjauh dan terdalam. Para ulama memiliki semangat keikhlasan untuk membawa agama, dan agama yang dibawa itu adalah yang diwariskan oleh Rasulullah SAW, yaitu Islam yang berkembang di dunia ini.
“Saya minta tugas keberagamaan yang diwariskan oleh para pendahulu kita, itu yang keluar dari semangat kita. Para ulama terdahulu dalam keterbatasan mereka bisa datang dari pulau ke pulau untuk menyiarkan agama. Kita kehilangan semangat dari ulama di masa lalu dan kita berada di situasi sekarang ini serba mengeluh. Sebagai pencerah, kita harus menanamkan semangat ini,” imbuhnya.
Islam yang dibawa oleh Rasulullah Saw adalah perpaduan ajaran yang dibawa oleh para Nabi yang kemudian disempurnakan oleh Rasulullah. Islam yang dibawa Rasulullah Saw adalah komplit, tidak hanya mengedepankan aspek fikih, hukum dan hitam putih, tapi ada aspek penggunaan akal dan spiritualitas sehingga dia bisa bertahan.
“Sebagai penutur, pembicara dan pengajak maka penceramah harus melihat secara komprehensif dalam membawa ajaran agama. Tidak ada pesan-pesan agama yang tidak mendorong orang tidak berkemajuan. Jangan mempertahankan eksklusivitas karena itu akan mengungkung kita dan kita bisa maju, tapi kita harus berpikiran inklusif,” sambungnya.
Dirinya mengimbau, agar penceramah jangan menyiarkan Islam eksklusif sekedar tekstual, sekedar fiqih, sekedar benar dan salah tapi harus menggabungkan secara komprehensif. Kecerdasan keberagamaan, kecerdasan hukum dan kecerdasan spiritualitas harus jalan supaya mendapatkan pencerahan.
“Jangan kita menjanjikan sesuatu yang kita sendiri tidak bisa memastikan bisa berada disana. Namun mari kita mengajak pada perubahan sikap dan perilaku. Penceramah agama mari warisi semangat para ulama di masa lalu yang datang mencerahkan keberagamaan kita. Kita menjadi penceramah yang wasathiyah atau melakukan dakwah yang moderat. Ini menjadi tanggung jawab kita semuanya supaya kita jaga Kebangsaan dan keIndonesiaan ini,” tandasnya.