Jakarta, Sibernas.id – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan denda sebesar Rp202,5 miliar kepada Google dan memerintahkan Google LLC menghentikan kewajiban penggunaan Google Play Billing dalam Google Play Store, usai terbukti melanggar.
Berdasarkan keterangan KPPU yang dikonfirmasi di Jakarta, Rabu, disebutkan Google LLC terbukti melakukan praktik monopoli (Pasal 17) dan menyalahgunakan posisi dominan untuk membatasi pasar dan pengembangan teknologi (Pasal 25 ayat (1) huruf b) dalam Perkara No. 03/KPPU-I/2024 tentang Dugaan Pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait Penerapan Google Play Billing System.
Atas pelanggaran tersebut, Majelis Komisi KPPU menjatuhkan denda Rp202,5 miliar dan memerintahkan Google LLC menghentikan kewajiban penggunaan Google Play Billing dalam Google Play Store.
Majelis Komisi juga memerintahkan Google LLC untuk mengumumkan pemberian kesempatan kepada seluruh developer aplikasi untuk mengikuti program User Choice Billing (UCB) dengan memberikan insentif berupa pengurangan service fee sebesar minimal 5 persen selama kurun waktu 1 tahun sejak putusan itu berkekuatan hukum tetap.
Putusan tersebut dibacakan tanggal 21 Januari 2025 oleh Majelis Komisi yang diketuai oleh Hilman Pujana dengan Mohammad Reza dan Eugenia Mardanugraha sebagai Anggota Majelis.
Diketahui, perkara ini merupakan inisiatif KPPU atas dugaan pelanggaran Pasal 17, Pasal 19 huruf a dan huruf b, serta Pasal 25 ayat (1) huruf a dan huruf b UU No. 5 Tahun 1999 oleh Google LLC.
Google LLC mewajibkan developer aplikasi yang mendistribusikan aplikasinya melalui Google Play Store untuk menerapkan Google Play Billing System (GPB System) dan menjatuhkan sanksi apabila developer aplikasi tidak patuh berupa penghapusan aplikasi tersebut dari Google Play Store.
Majelis Komisi melakukan pemeriksaan pendahuluan atas perkara ini sejak 28 Juni 2024 dan berakhir pada tahap pemeriksaan lanjutan pada 3 Desember 2024.
Dalam Putusannya, Majelis Komisi melalui analisis pasar multi-sisi menjelaskan Google Play Store merupakan platform digital yang menghubungkan antara developer aplikasi dan pengguna aplikasi dengan menyediakan fitur GPB System sebagai sistem penagihan dalam transaksi pembayaran untuk pembelian produk dan layanan digital dalam aplikasi (in-app purchase).
Adapun pasar bersangkutan dalam perkara ini adalah jasa distribusi aplikasi dan layanan digital melalui platform digital yang dapat dilakukan pra- instalasi pada seluruh perangkat seluler pintar dengan sistem operasi seluler berbasis Android di wilayah Indonesia pada periode dugaan pelanggaran sejak tanggal 1 Juni 2022 hingga 31 Desember 2024.
Berdasarkan fakta persidangan serta analisis struktur pasar, Majelis Komisi menilai bahwa Google Play Store merupakan satu-satunya toko aplikasi yang dapat dilakukan pra-instalasi pada seluruh perangkat seluler pintar yang berbasis Android dengan menguasai lebih dari 50 persen pangsa pasar.
Atas perilaku Google yang mewajibkan penggunaan GPB System untuk setiap pembelian produk dan layanan digital yang didistribusikan di Google Play Store serta tidak mengizinkan penggunaan alternatif pembayaran lain dalam GPB System, menimbulkan berbagai dampak bagi para penggunanya.
Dalam persidangan, mengemuka berbagai dampak yang dirasakan oleh pengguna aplikasi atas penerapan kebijakan GPB System yang menyebabkan keterbatasan pilihan metode pembayaran yang tersedia.
Pembatasan metode pembayaran tersebut berimbas pada berkurangnya jumlah pengguna aplikasi, penurunan transaksi yang berkorelasi dengan penurunan pendapatan, serta kenaikan harga aplikasi hingga 30 persen akibat peningkatan biaya layanan.
Kebijakan lain yang diterapkan Google LLC yaitu penjatuhan sanksi berupa penghapusan aplikasi dari Google Play Store dan tidak mengizinkan pembaruan pada aplikasi jika pengguna aplikasi tidak tunduk dan tidak mematuhi kewajiban tersebut.
Akibatnya beberapa aplikasi hilang dari Google Play Store karena developer aplikasi tidak mengikuti kebijakan GPB System.
Tak hanya itu, developer aplikasi juga menghadapi tantangan dalam menyesuaikan antarmuka pengguna (user interface) dan pengalaman pengguna (user experience), yang menambah kompleksitas dalam mempertahankan daya saing aplikasi mereka di pasar.
Berdasarkan bukti dan fakta yang terungkap dalam persidangan, Majelis Komisi menyimpulkan Google LLC terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 17 dan Pasal 25 huruf b UU No. 5 Tahun 1999, namun tidak cukup bukti untuk dugaan pelanggaran Pasal 19 huruf a dan huruf b, serta Pasal 25 ayat (1) huruf a.
Atas pelanggaran tersebut, Majelis Komisi memutuskan memerintahkan Google LLC membayar denda sebesar Rp202.500.000.000 yang harus disetorkan ke kas negara sebagai pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha.
Selain itu, Majelis Komisi juga memerintahkan Google LLC menghentikan kewajiban penggunaan Google Play Billing dalam Google Play Store.
Majelis Komisi juga memerintahkan Google LLC untuk mengumumkan pemberian kesempatan kepada seluruh developer aplikasi untuk mengikuti program User Choice Billing (UCB) dengan memberikan insentif berupa pengurangan service fee sebesar minimal 5 persen selama kurun waktu 1 tahun, sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap.
Pembayaran denda di atas wajib dibayarkan maksimal 30 hari sejak Putusan memiliki kekuatan hukum tetap.
Jika Google LLC terlambat membayar denda, maka sesuai dengan ketentuan peraturan tentang pendapatan negara bukan pajak, Majelis Komisi juga memerintahkan Google LLC untuk membayar denda keterlambatan sebesar 2 persen) per bulan dari nilai denda.
Bila mengajukan keberatan terhadap Putusan KPPU, maka sesuai Pasal 12 ayat (2) PP No. 44 Tahun 2021, Google LLC wajib menyerahkan jaminan bank sebesar 20 persen dari nilai denda tersebut.