Jakarta, sibernas.id – Presiden RI Joko Widodo menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada lima tokoh yang merupakan hasil seleksi Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan di Istana Negara, Jakarta, Senin.
Penganugerahan itu berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 96 TK Tahun 2022 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional, yang ditetapkan di Jakarta 3 November 2022.
Lima tokoh yang menerima anugerah, yakni almarhum Dr. dr. H.R. Soeharto asal Jawa Tengah, almarhum K.G.P.A.A. Paku Alam VIII yang merupakan Raja Paku Alam pada tahun 1937—1989 dari Daerah Istimewa Yogyakarta, almarhum dr. Raden Rubini Natawisastra dari Kalimantan Barat, almarhum H. Salahuddin bin Talibuddin dari Maluku Utara serta almarhum K.H. Ahmad Sanusi dari Jawa Barat.
Acara penganugerahan diawali dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya serta lagu Mengheningkan Cipta yang dipimpin Presiden Joko Widodo.
Selanjutnya pembacaan Keputusan Presiden dan penganugerahan gelar pahlawan nasional oleh Presiden RI Joko Widodo yang diterima oleh ahli waris, pembacaan doa, menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, serta pemberian ucapan selamat.
Turut hadir dalam acara tersebut para kepala daerah asal para tokoh, sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju serta pejabat pemerintahan lainnya.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyampaikan Presiden menyetujui hasil seleksi Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan atas pemberian gelar pahlawan nasional kepada lima tokoh tersebut.
Mahfud menjelaskan bahwa tokoh pertama yang menerima gelar Pahlawan Nasional adalah Dr. dr. H.R. Soeharto asal Jawa Tengah yang merupakan mantan dokter pribadi Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.
H.R. Soeharto dinilai telah berjuang bersama Presiden Soekarno dalam perjuangan kemerdekaan RI serta berperan aktif mengisi masa kemerdekaan lewat pembangunan sejumlah infrastruktur di Tanah Air.
“Ikut pembangunan department store syariah dan pembangunan Monumen Nasional serta Masjid Istiqlal dan pembangunan Rumah Sakit Jakarta serta salah seorang pendiri berdirinya IDI (Ikatan Dokter Indonesia),” kata Mahfud.
Kedua, Pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada almarhum K.G.P.A.A. Paku Alam VIII yang merupakan Raja Paku Alam pada tahun 1937—1989.
Beberapa jasa yang telah diberikan almarhum K.G.P.A.A. Paku Alam VIII, antara lain, bersama Sultan Hamengkubowono IX dari Keraton Yogyakarta mengintegrasikan diri pada awal kemerdekaan RI sehingga Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi utuh hingga saat ini.
“Sehari sesudah (kemerdekaan) itu beliau menyatakan bergabung ke Negara Kesatuan Republik Indonesia, kemudian Yogyakarta menjadi ibu kota yang kedua dari Republik Indonesia ketika terjadi agresi Belanda pada tahun 1946,” tutur Mahfud.
Ketiga, Pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada almarhum dr. Raden Rubini Natawisastra dari Kalimantan Barat.
Menurut Mahfud, almarhum dr. Raden Rubini Natawisastra telah menjalankan misi kemanusiaan sebagai dokter keliling pada saat kemerdekaan.
Bahkan, almarhum bersama istrinya dijatuhi hukuman mati oleh Jepang karena perjuangannya yang gigih untuk kemerdekaan Republik Indonesia.
Keempat, Pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada almarhum H. Salahuddin bin Talibuddin dari Maluku Utara.
Selama 32 tahun, almarhum H. Salahuddin bin Talibuddin dinilai telah berjuang dan ikut membangun Indonesia berdasarkan Pancasila.
“Beliau pernah dibuang ke Boven Digul pada tahun 1942 dan juga dibuang ke Sawahlunto pada tahun 1918—1923,” ucap Mahfud.
Kelima, Pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada almarhum K.H. Ahmad Sanusi dari Jawa Barat.
Mahfud menjelaskan bahwa almarhum Kiai Ahmad Sanusi merupakan salah satu anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang belum mendapat gelar Pahlawan Nasional serta juga tokoh Islam yang memperjuangkan dasar negara yang menghasilkan kompromi lahirnya negara Pancasila