Kendari, Sibernas.id – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Provinsi Sultra berkomitmen untuk menurunkan angka stunting di daerah itu menjadi 14 persen sesuai target nasional.
“Stunting berdampak pada tingkat kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit, menurunkan produktivitas, menghambat pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan kemiskinan serta kesenjangan,” kata Kepala BKKBN Sultra, Asmar, di Kendari, Selasa.
Asmar menyebutkan, angka prevalensi stunting di daerah berdasarkan hasil studi status gizi Indonesia (SSGI) 2021 mencapai 30,02 persen.
“Angka stunting di Sultra masih berada di atas rata-rata nasional, karena angka kasus stunting nasional hanya mencapai 24,4 persen berdasarkan SSGI 2021,” katanya.
Ia merinci, jika dilihat dari data per kabupaten kota maka yang tertinggi berada di Buton Selatan sebanyak 45,2 persen, menyusul Buton Tengah 42,7 persen, Buton 33,9 persen, Konawe Kepulauan 32,8 persen, Muna 30,8 persen, Konawe Utara 29,5 persen.
Kemudian Kolaka Utara 29,1 persen, Muna barat 29,0 persen, Konawe Selatan 28,3 persen, Kota Baubau 27,6 persen, Bombana 26,8 persen, Buton Utara 26,8 persen, Kolaka 26,5 persen, Konawe 26,2 persen, 26,0 persen, Kota Kendari 24,0 persen dan Kolaka Timur 23,0 persen.
“Harusnya daerah kepulauan ini rendah angka stuntingnya karena ketersediaan gizi cukup dari konsumsi ikan segar. Tetapi ini malah terbalik, justru Kabupaten Kolaka Timur yang tidak memiliki wilayah laut malah yang terendah angka stuntingnya,” kata Asmar.
Asmar mengaku, pihaknya telah melakukan berbagai rencana aksi nasional guna menekan angka stunting di daerah penghasil tambang nikel tersebut.
Upaya itu kata Asmar, demi mengejar target pada tahun 2024 bisa menekan angka stanting agar turun menjadi 14 persen secara nasional termasuk Sultra.