BKKBN Gelar Giat “Pantau Perkembangan dan Stimulasi dengan Kartu Kembang Anak”

  • Bagikan

Jakarta, sibernas.id – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyelenggarakan kegiatan “Pantau Perkembangan dan Stimulasi Anak dengan Kartu Kembang Anak (Pasti dengan KKA)”.

Kegiatan ini diselenggarakan secara daring dan ditayangkan secara Live melalui akun Youtube Channel @BKKBN official di Jakarta pada Kamis (25/01/2024).

Kepala BKKBN Dr. (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG(K) sangat mengapresiasi dan menyampaikan terimakasih kepada seluruh kader, Penyuluh Keluarga Berencana (PKB/PLKB), BKKBN NTB, Pemerintah Daerah Lombok Timur, Seameo Recfon, dan seluruh pihak terkait yang telah dengan semangat mendampingi Keluarga Indonesia memantau perkembangan anak-anak mereka dengan menggunakan alat yang sangat sederhana, yaitu Kartu Kembang Anak (KKA).

Kegiatan rutin keluarga dan kader saat berkunjung ke posyandu/BKB (Bina Keluarga Balita) setiap bulan, hasilnya terbukti dapat dimanfaatkan sebagai bahan riset identifikasi potensi gangguan perkembangan pada anak stunting dan tidak stunting secara longitudinal/kohort di Lombok Timur.

Dokter Hasto juga menyampaikan terima kasih kepada Seameo Recfon yang telah memilihkan penelitian yang penting bagi pihak terkait. “Saya menganggap penelitian ini sangat penting karena ada satu hal yang perlu kita tegakkan, yaitu kita masih sering tercekat dalam ukuran standar sebagai suatu ukuran utama untuk melakukan penyesuaian bahwa anak ini mengalami undernutrition atau mungkin juga suboptimal health dan suboptimal nutritional. Kemudian kita yakini betul bahwa itu adalah bentuk suboptimal health dan suboptimal nutritional, padahal belum tentu,” kata dokter Hasto.

Dokter Hasto menambahkan, bila merujuk standar WHO, batas maksimal stunting suatu negara adalah 20%, maka capaian Indonesia di 2024 cukup bagus karena kemungkinan berada di bawah 20%.

“Kalau misalkan nanti kita dengar keterlambatan dari salah satu variabel yang diukur dalam perkembangan itu ternyata terjadi 28% (stunted), entah itu motorik halusnya atau motorik kasarnya atau kemampuan perkembangan yang lain, sementara kelompok yang non-stunting, katakanlah mungkin hanya 5%, ini artinya 72% lainnya tidak mengalami keterlambatan. Nah, ini yang perlu kita renungkan bersama,” ungkap dokter Hasto.

Lanjut dokter Hasto, “Kalau yang 72% ternyata tidak mengalami keterlambatan, tapi dia pendek, kemudian kita treatment dengan makanan, apa tidak over-treatment? Akan menjadi anak yang overweight, yang juga sama-sama punya prospek tidak bagus untuk masa depannya.”

Untuk itu, dokter Hasto menilai pertemuan hari ini sangat penting, karena bisa membuka data dan fakta, sekaligus juga menyangkut harga diri bangsa. “Kalau kita stuntingnya masih 20%, semua orang akan punya pemahaman bahwa kita dianggap ‘oon’ semua. Padahal setelah diperiksa, perkembangannya ternyata paling tinggi itu keterlambatan,” ujar dokter Hasto.

Pada kesempatan yang sama hadir H. Ahmat A, S.Kep. MM, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kabupaten Lombok Timur. Ia menyampaikan paparannya, bahwa dari 21 kecamatan, empat kecamatan menjadi pilot project penerapan KKA, yakni Lenek, Aikmel, Sikur, dan Sakra.

Ahmat .mengatakan, stunting di Lombok Timur masih di angka 18,16% atau terdapat 1.864 kasus stunting. Pemkab setempat dipastikan akan menggunakan KKA di Kabupaten Lombok Timur.

Terkait pilot project dan jumlah BKB yang ada, disampaikan, Kecamatan Sakra memiliki 12 desa, di mana BKB yang melaporkan mencapai 100%. Terkait KKA, dari 731 KKA, yang sudah menggunakan 50%. Sementara Kecamatan Sikur dari 21 desa, BKB-nya 19, dan 90,48% yang melapor.

Masih di Kecamatan Sikur, dari 400 sasaran BKB, yang sudah memiliki KKA hampir 90%, atau sekitar 358 sudah menggunakan KKA.

Begitu juga Kecamatan Aikmel yang memiliki 14 desa, di mana 15,80 persen BKB sudah melapor. “Dari 799 BKB itu, yang sudah menjadi anggota BKB dan baru memiliki KKA sebanyak 477 atau 59,70 persen,” jelasnya.

Terakhir, Kecamatan Lenek sebagai pilot project, di mana penggunya KKA 62,27%. “Ini yang membuat kami sangat berterima kasih kepada Seameo Recfon,” ucap Ahmat.

Menurut Ahmat, institusinya akan mereplikasi empat pilot project tersebut di 21 kecamatan. “Kita berharap dari 380 sekian BKB nanti kita bisa memberikan Kit BKB,” ujar Ahmat.

“Jujur saja dari 380 BKB, baru 50 persen yang sudah kami berikan Kit BKB, karena itu kemampuan kami. BKB Kit tentunya penting sekali dalam rangka memberikan inovasi, edukasi kepada orang tua yang memiliki anak balita 0-6 tahun,” ucap Ahmat.

“Kami sangat terbatas tentang kartu KKA ini, tapi kami juga sudah mencoba tidak hanya melalui kartu, tapi melalui online. Sudah kita coba untuk 19 ribu sekian sasaran stunting yang tentunya sudah memiliki kartu KKA,” urainya menambahkan.

Hadir Plt. Direktur Seameo Recfon, Dr. Zainun Misbach, M.Sc, yang juga menyampaikan sambutan. Katanya, stunting tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan, namun juga perkembangan anak.

Dijelaskan, Indonesia telah memiliki Kartu Kembang Anak yang dikeluarkan BKKBN, dengan tujuan memantau perkembangan anak secara bertahap setiap bulan, mulai dari 0 sampai 72 bulan atau 6 tahun.

KKA ini telah divalidasi dengan alat ukur Scale pada 1990. Namun, penggunaan dan kesadaran masyarakat mengenai keberadaan alat ini masih perlu ditingkatkan.

Oleh karena itu, di tahun 2022 lalu Simiric Forum sebagai organisasi regional, yang memiliki mandat salah satunya melakukan kajian di bidang pangan dan gizi, bersama BKKBN melalui Direktorat Bina Keluarga Balita dan Anak, menginisiasi sebuah kerjasama.

Kerjasama itu dalam rangka uji coba KKA pada bayi di bawah dua tahun (baduta) di Lombok Timur, melalui proyek penelitian Action Against Stunting yang saat ini sedang berjalan.

“Kami berharap dapat memperoleh informasi yang lebih mendalam terhadap KKA dan dapat dibandingkan terkait reliabilitas antar pengukur dan validitasnya dengan alat ukur lain yang digunakan melalui studi tersebut,” tambah Zainun.

  • Bagikan