Kendari, sibernas.id – Penjabat (Pj) Wali Kota Kendari Asmawa Tosepu menutup workshop Pendalaman Kalosara dan prosesi pernikahan adat pada masyarakat tolaki di Kota Kendari. Kegiatan ini berlangsung di Ruang Samaturu Kantor Balai Kota Kendari, Rabu (15/3).
Penutupan diawali dengan prosesi penerimaan adat dengan maksud permohonan izin pada pemerintah dan ketua ada bahwa pelaksanaan acara akan dimulai.
Proses adat dilakukan dengan penjelasan tokoh adat untuk memberikan pemahaman pada peserta dan hadirin.
Dikesempatan itu, Pj Wali Kota Kendari Asmawa Tosepu memberikan apresiasi pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata yang telah melaksanakan kegiatan ini.
Asmawa menjelaskan, kegiatan ini digelar untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan, motivasi dan kompetensi masyarakat, pelaku budaya dan pelaku seni tentang apa itu kalo sarah dan bagaimana proses pernikahan adat masyarakat Tolaki.
“Bagaimana tata cara membawakan adat itu maka itu harus diikuti sehingga memang harus dipelajari karena segala sesuatu itu kalau kita mau belajar pasti bisa Insya Allah saya pun sebenarnya ya mau tidak mau bukan terpaksa tapi karena jabatan yang harus belajar bagaimana cara menerima adat itu,” ungkapnya.
Menurutnya, camat dan lurah minimal harus mengetahui tatacaranya termasuk mengetahui apa yang harus dibahasakan agar tidak salah bicara pada saat penerimaan adat.
Dia menjelaskan, kegiatan ini merupakan bentuk komitmen dan keseriusan pemerintah kota dalam memajukan kebudayaan sesuai dengan yang diamanahkan undang-undang nomor 5 tahun 2017 tentang kemajuan kebudayaan.
“Pendalaman atau pengalaman Kalosara dan prosesi adat pernikahan pada suku Tolaki ini sangat penting, kaitannya dengan pembangunan daerah melalui kebudayaan, karena perubahan pola hidup masyarakat yang lebih modern pada hari ini akan memiliki kecenderungan memilih kebudayaan baru yang dinilai lebih praktis,”katanya.
Asmawa mengakui, saat ini, budaya suku Tolaki sedikit dilupakan karena kurangnya generasi penerus yang memiliki minat untuk belajar dan mewarisi kebudayaannya sendiri. Sehingga dia memerintahkan Dinas Pariwisata dan Dinas Pendidikan untuk kembali memperkenalkan budaya ini.
Usai ditutup para kepala OPD melakukan praktek langsung berdasarkan pembagian tugas masing-masing dan disaksikan Pj Wali Kota Kendari, Ketua DPD LAT Sulawesi Tenggara dan Ketua LAT Kota Kendari.
Kalosara atau yang biasa disebut juga dengan kalo merupakan sebuah simbol hukum adat pada kebudayaan Tolaki di Sulawesi Tenggara yang telah diwariskan secara turun-temurun. Kalosara digunakan dalam berbagai aturan hukum adat seperti hukum dalam bidang pemerintahan, pertanahan, perkawinan, pewarisan, utang-piutang, konflik dan penyelesainnya, serta banyak bidang lainnya.
Kalosara berbentuk lingkaran uang terbuat dari tiga utas rotan yang kemudian dililit ke arah kiri berlawanan dengan arah jarum jam. Ujung lilitannya kemudian disimpul dan diikat, dimana dua ujung dari rotan tersebut tersembunyi dalam simpulnya, sedangkan ujung rotan yang satunya dibiarkan mencuat keluar.
Tiga ujung rotan yang dua di antaranya tersembunyi dalam simpul berkaitan erat dengan kata bijak Orang Tolaki yang berbunyi: kenota kaduki osara mokong gadu’i, toono meohai mokonggoa’i, pamaernda mokombono’i. Kalimat tersebut memiliki arti bila dalam menjalankan suatu adat terdapat kekurangan, maka hal tersebut harus dapat diterima sebagai bagian dari adat orang Tolaki dan tidak boleh dibeberkan kepada umum atau orang banyak.(ADV)