Padang, sibernas.id – Sekretaris Utama Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Tavip Agus Rayanto menilai penanganan stunting di daerah masih terbentur dengan ego sektoral sehingga tidak berjalan optimal.
“Kita telah melantik Tim Percepatan Penanganan Stunting (TPPS) secara nasional hingga tingkat provinsi dan kota kabupaten namun setelah dilantik tidak ada lagi kegiatan dan banyak diam,” kata dia saat membuka Evaluasi TPPS tingkat Sumbar di Padang, Selasa.
Ia mengatakan Presiden sejak 5 April 2018 telah memerintahkan untuk mengoptimalkan koordinasi lintas sektor dalam rangka penanganan stunting.
Hal ini dilakukan karena stunting menjadi isu penting dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) unggul atau generasi emas pada 2045.
Menurut dia alokasi anggaran penanganan stunting cukup besar untuk Indonesia mulai dari 2019 sebesar Rp29 triliun lebih, naik di 2021 menjadi Rp35,3 triliun dan Rp34,6 triliun di 2022.
“Ini bentuk keseriusan pemerintah dalam menangani masalah stunting dan diharapkan pemerintah daerah bersama-sama dengan TPPS bekerja sama untuk menekan angka stunting terutama di Sumbar,” kata dia.
Saat ini seluruh pihak terkait juga masih menunggu hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) terbaru tahun 2022, untuk melihat bagaimana data terbaru potret stunting di Indonesia. Hasil SSGI sebetulnya sudah selesai oleh Kemenkes, tapi masih dilaksanakan cleansing data.
Menurut dia tersebut akan segera dilaporkan secara nasional dalam waktu dekat. “Kita berharap prevalensi stunting di Sumbar bisa turun signifikan. Agar ikhtiar kita selama satu tahun ini terlihat dan terukur,” tuturnya.
Sementara itu, Gubernur Sumatra Barat, Mahyeldi Ansharullah yang juga membuka kegiatan rapat evaluasi tersebut mengapresiasi seluruh pihak yang sudah berperan dalam percepatan penurunan stunting di Sumbar.
Ia mengatakan capaian Sumbar sudah baik dibandingkan nasional, namun Sumbar tetap harus berupaya untuk mencapai target dari Presiden sesuai Perpres No. 72 tahun 2021 yakni 14 persen pada 2024.
Di sisi lain di penghujung 2022, artinya waktu yang tersisa kurang lebih dua tahun lagi. Sehingga tahun 2023 merupakan puncak intervensi yang harus dimaksimalkan.
“Kita sangat berharap hasil survei SSGI 2022 yang sedang kita tunggu-tunggu ini akan turun drastis. Tidak hanya 14 persen, harapan kita bisa di bawah 10 persen hingga 0 persen atau zero stunting pada 2024,” kata dia.
Adapun strategi yang perlu dilakukan sesuai Perpres Nomor 72 tahun 2021 yakni menurunkan prevalensi stunting, meningkatkan kualitas penyiapan kehidupan berkeluarga, menjamin pemenuhan asupan gizi, memperbaiki pola asuh, menerapkan perubahan pola prilaku, meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan, dan meningkatkan akses air minum dan sanitasi.
Ia mengimbau koordinasi dan kerja sama konvergen lintas sektor dalam upaya percepatan penurunan stunting di Sumbar.
“Bila perlu yang berprestasi dan bersungguh-sungguh nanti kita apresiasi, apakah hadiah umroh atau yang lainnya,” kata dia.
Sementara Kepala Perwakilan BKKBN Sumbar Fatmawati menyebut terdapat 19 indikator pencapaian target antara 72 indikator pencapaian target pelaksanaan, serta 42 indikator dalam kegiatan Prioritas pada Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia (RAN-PASTI) yang harus dilaksanakan oleh berbagai pihak di seluruh tingkatan daerah, untuk mencapai target yang sudah ditetapkan Presiden RI Joko Widodo.
“Kami memohon koordinasi di semua lembaga dinas terkait, pemerintah daerah provinsi, kabupaten kota dan pemerintah desa kelurahan untuk dapat melakukan pemaduan.
Sinkronisasi dan sinergitas program dan kegiatan dalam upaya Percepatan Penurunan Stunting secara utuh, menyeluruh dan terpadu,” kata dia.
Ia menambahkan dengan mempertimbangkan waktu yang tersisa, dimana pencapaian target 14 persen pada tahun 2024, menuntut pemerintah hingga pemerintah daerah mampu memprioritaskan sumber daya yang tersedia untuk meningkatkan cakupan pelayanan kepada kelompok sasaran.
Adapun kelompok sasaran Percepatan Penurunan Stunting meliputi remaja, calon pengantin/calon pasangan usia subur (PUS), ibu hamil, ibu menyusui dan anak usia nol hingga 59 bulan.
“Dalam penyelenggaraan Percepatan Penurunan Stunting membutuhkan pendekatan intervensi yang komprehensif. Intervensi ini mencakup aspek penyiapan kehidupan berkeluarga, pemenuhan asupan gizi, perbaikan pola asuh, peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan serta peningkatan akses air minum serta sanitasi,” ucapnya.
Selain itu dinamika lingkungan strategis dan pendeknya waktu yang tersedia membutuhkan dukungan penguatan teknis dan manajerial bagi daerah untuk menyelenggarakan Percepatan Penurunan Stunting. Dukungan yang diperlukan berasal dari pihak luar pemerintah untuk membantu melengkapi dan mempercepat pelaksanaan program dan kegiatan.
“Apakah itu dari Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS), atau dari BAZNAS, atau menggunakan dana CSR (Corporate Social Responsibilty) dari perusahaan dan lain sebagainya. Kita berharap, melalui kegiatan yang kita lakukan hari ini, akan dapat menghasilkan keputusan dalam rangka Percepatan Penurunan Stunting khususnya di Sumatera Barat,” katanya.