Bandung, sibernas.id – Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) BKKBN RI, Nopian Andusti, mengatakan capaian tiga indikator Pembangunan Keluarga secara umum sudah memenuhi target, meskipun untuk indikator persentase bayi stunting di bawah dua tahun (BADUTA) masih menunggu hasil perhitungan.
Tiga indikator itu, menurut Nopian, meningkat untuk Indeks Pembangunan Keluarga (iBangga) dan juga Median Usia Kawin Pertama Perempuan (MUKP). Sementara persentase baduta stunting pada 2023 secara umum menurun dan diproyeksikan memenuhi target, meskipun angkanya masih menunggu hasil perhitungan.
Lebih lanjut, berdasarkan hasil perhitungan untuk iBangga diketahui berada pada angka 61,43. Artinya, secara umum keluarga di Indonesia berada pada kategori keluarga berkembang. Jika dibanding dengan target iBangga tahun 2023 sebesar 59,00, capaiannya adalah 104,11 persen dengan kategori sangat baik.
Sedangkan hasil pengolahan data Pemutakhiran Pendataan Keluarga Tahun 2023 menunjukkan angka Median Usia Kawin Pertama sebesar 22,3 tahun dari target 22,1 tahun atau capaian sebesar 100,90 persen dengan kategori sangat baik.
Hal tersebut disampaikan Nopian saat menyampaikan laporannya pada kegiatan Rapat Koordinasi Teknis (Rakortek) Program Bangga Kencana Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) Tahun 2024, Minggu (03/03/2024), di Bandung.
Rakortek diselenggarakan dari 03-06 Maret 2024, dihadiri Deputi Bidang Advokasi, Penggerakkan, dan Informasi (ADPIN), Sukaryo Teguh Santoso; Project Manager Stunting, Soedibyo Alimoeso; Ketua Umum Andalan Kelompok UPPKA, Ambar Rahayu; dan para Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama BKKBN di lingkungan Kedeputian KSPK, serta Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi se-Indonesia.
Berdasarkan Pemutakhiran Pendataan Keluarga Tahun 2023, diketahui terdapat 20 provinsi dengan nilai iBangga di atas rata-rata nasional, yaitu Provinsi Kepulauan Riau, Aceh, Maluku, Riau, Bengkulu, Banten, Jambi, Bali.
Lalu, Jawa Tengah, Maluku Utara, Kalimantan Selatan, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Kalimantan Tengah, Papua Barat, Lampung, Sumatera Selatan, Kalimantan Utara, serta D.I. Yogyakarta.
Nilai capaian iBangga tertinggi diraih oleh Provinsi Aceh dengan indeks 65,38. Nilai terendah adalah Provinsi Papua dengan indeks 51,96. DKI Jakarta terendah kedua dengan indeks 56,77.
Sementara untuk Median Usia Kawin Pertama Perempuan, terdapat tiga provinsi tertinggi, yaitu Sumatera Utara (23,2), DKI Jakarta (23,0), dan Nusa Tenggara Timur (22,8). Adapun tiga provinsi terendah adalah Bangka Belitung (20,4), Kalimantan Selatan (20,5), dan Kalimantan Tengah (20,6).
Selain capaian tersebut, pada 2023 juga dilakukan beberapa kegiatan strategis, di antaranya: Audit Kasus Stunting (AKS). AKS, terdiri dari Pembentukan Tim AKS (target 100%, tercapai 100%); Pelaksanaan AKS dan manajemen pendampingan keluarga dua kali (target 100%, tercapai 95,9%); Diseminasi hasil AKS dan manajemen pendampingan keluarga dua kali (target 100%, tercapai 85%); Tindak lanjut hasil AKS dan manajemen pendampingan keluarga dua kali (target 100%, tercapai 81%).
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dokter Hasto, menyampaikan apresiasinya kepada seluruh Perwakilan BKKBN Provinsi se-Indonesia, mitra kerja, dan seluruh lapisan masyarakat, serta semua pihak yang ikut andil atas tercapaianya target yang telah ditetapkan.
“Ini adalah bukti keseriusan kita semua, spirit kita semua untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab kita, bahwa banyak sekali capaian-capaian yang telah kita capai,” ucap dokter Hasto.
“Kita dapat berbangga, bahwa BKKBN merupakan salah satu lembaga yang dapat menyediakan data terbaik menurut standar Badan Pusat Statistik (BPS),” tambah dokter Hasto.
Menyinggung hasil yang dicapai DKI Jakarta dan Papua yang merupakan angka iBangga terendah di 2023, menurut dokter Hasto, harus dijadikan kajian apa yang menjadi penyebabnya.
Dokter Hasto mengatakan, masalah serius pada Kedeputian KSPK adalah bagaimana Deputi KSPK dan jajaran bisa merumuskan 8 Fungsi Keluarga. Bagaimana pula bisa mengimplementasikannya ke seluruh elemen masyarakat.
Kata dokter Hasto, “8 Fungsi Keluarga adalah senjata pamungkas pembangunan keluarga, salah satunya pencegahan perceraian. Ini (perceraian) adalah salah satu ancaman terhadap kualitas keluarga.”
Di sisi lain dokter Hasto bersyukur karena BKKBN sukses menurunkan total fertility rate (TFR). “Namun kita juga harus berusaha bagaimana meningkatkan kualitasnya. Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya. Itu PR-nya, banyak, karena tidak ada lembaga yang fokus pada kesehatan mental,” ujar dokter Hasto.
Dokter Hasto menambahkan terkait dengan Audit Kasus Stunting. “AKS, walaupun hal ini baru kita laksanakan, tapi dampaknya sangat besar. Kita dapat mengetahui apa penyebab terjadinya kasus stunting. Kita bisa gali kasus-kasus stunting yang sulit diatasi. Ketika ditemukan masalah stunting di suatu daerah, tim AKS bisa segera bergerak untuk mendata dan menyampaikan kepada ahli untuk segera mendapatkan rekomendasi. Kemudian, BKKBN bersama-sama pihak terkait bisa menentukan langkah penanganan selanjutnya,” terang dokter Hasto.