Kendari, Sibernas.id – Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), Dr Ridwansyah Taridala, mengatakan bahwa penanganan kasus stunting dimulai dari keluarga yang menjadi lingkungan terdekat anak.
“Kalau bicara stunting, maka pencegahannya itu harusnya mulai dari keluarga, praktiknya memang tidak mudah,” kata Ridwansyah di Kendari, Selasa (28/5/24).
Menurut dia, mengatakan keluarga memiliki peran untuk memberikan lingkungan dan suasana nyaman bagi anak-anak.
“Jadi, kalau lihat ke daerah, kita harus mulai dari keluarga, dari rumah ke rumah. Setidaknya rumah tidak kumuh dan layak huni,” katanya.
Ia menyebutkan, kemiskinan bisa menjadi faktor penyebab utama stunting. Selain itu, keluarga yang tidak harmonis sehingga berdampak pada kurangnya perhatian orang tua terhadap anak.
“Hal ini menyebabkan anak-anak tidak dilihat, tidak diajak komunikasi secara baik. Mereka tidak melihat perkembangan dan pergaulan anak, terus usia dibawah umur sudah hamil, pasti ini melahirkan bayi yang stunting karena secara psikis memang belum cukup umur,” katanya.
Ia mengatakan jika jumlah kasus stunting makin tinggi maka bonus demografi tidak dapat dimanfaatkan dengan baik.
Terkait hal itu, pihaknya terus melakukan percepatan penanganan, mulai dari pemberian nutrisi yang baik hingga terapi untuk anak berisiko stunting.
“Melalui gerakan orang tua asuh stunting, kita mendatangi langsung keluarga beresiko stunting. Ini nanti akan dilakukan di seluruh kecamatan. Untuk yang berisiko kita masih berharap tidak terjadi stunting. Kalau yang sudah stunting, biar otaknya berkembang akan ada treatment yang sama. Jangan sampai nambah stuntingnya,” kata dia.
Ia juga mengatakan bahwa seluruh tim percepatan dan penurunan stunting (TPPS) Kendari terus bergerak bersama serta melakukan monitoring dan evaluasi di setiap kegiatan terkait stunting secara transparan dan akuntabel.
“Perlu adanya penguatan peran TPPS agar penurunan stunting bisa berjalan lebih maksimal. Masalah stunting menjadi perhatian penting, karena menyangkut masalah gizi dan kecerdasan generasi di masa yang akan datang.
Tugas pemerintah, kata dia, tidak sekadar memberikan bantuan, namun juga bagaimana meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Kami berharap angka penurunan stunting bisa tercapai secara signifikan dengan berbagai program pemerintah yang sudah dijalankan selama ini,” katanya.
Secara terpisah, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kendari, La Ode Lawama SH, meminta agar oraganisasi perangkat daerah (OPD) terkait diantaranya Dinas Kesehatan, Dinas Pengendalian Penduduk dan KB untuk terus memberikan edukasi dan sosialisasi ke masyarakat tentang stunting.
“Hal ini dilakukan agar kasus stunting di Kendari yang tinggi ini bisa ditekan dan dicegah. Berdasarkan data hasil Survei kesehatan Indonesia (SKI) 2023, angka prevalensi Stunting di Jatim mencapai angka 25,7 persen. Padahal angka prevalensi stunting nasional hanya sebesar 21,5 persen,” kata Lawama.
Kalau melihat data tersebut kata Lawama, sangat jelas bahwa jumlah stunting di Kendari masih cukup besar karena berada di atas rata-rata nasional. Tetapi, angka prevalensi stunting Kota kendari masih dibawah dari rata0rata Stunting Sultra yang mencapai 30 persen berdasarkan data SKI 2023.
“Oleh karena itu perlu dilakukan pendalaman dan pengkajian untuk mencari titik permasalahan kasus tinggi badan anak terlalu pendek dibanding tinggi badan anak-anak seusianya,” katanya.
Menurut dia, harusnya Posyandu bergerak lebih aktif. Jadi, mulai ibu mengandung sampai bayi berumur 2 tahun harus sudah mendapat perhatian tentang pertumbuhannya.(adv)