Kolaka, sibernas.id – Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) Ali Mazi menyambut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, yang meresmikan Gound Breaking Blok Pomalaa yang merupakan buah kerja sama PT. Vale Indonesia Tbk dengan perusahaan asal Tiongkok, China, Zhejiang Huayou Cobalt Company.
Blok seluas lebih dari 20.000 hektar ini nantinya terbagi atas tiga bagian yakni area tambang, smelter atau pabrik pengolahan nikel, dan port atau pelabuhan, di Blok Polamaa, Kolaka, Sultra, Minggu, 27 November 2022.
Dalam sambutannya, Gubernur Sultra Ali Mazi mengatakan, Sultra memiliki kekayaan sumber daya alam yang cukup melimpah, sehingga membuat Sultra menjadi salah satu penghasil nikel terbesar di Indonesia, dan akan dapat berkontribusi besar bagi PAD apabila dikelola dengan baik.
Lanjutnya Kabupaten Kolaka merupakan satu dari beberapa daerah di Provinsi Sultra yang memiliki potensi tambang nikel yang cukup besar, baik dalam luas lahan maupun dari jumlah cadangan nikel lateritnya, dimana PT Vale Indonesia (Tbk) telah cukup lama menjadi bagian dari pengelolaan potensi tambang nikel di Kabupaten Kolaka.
Dikesempatan itu, ia juga menyampaikan gambaran singkat kegiatan pertambahan PT Vale Indonesia (Tbk) di Provinsi Sultra, sebagai berikut:
Area Konsesi PT Vale Indonesia Tbk di Provinsi Sultra telah mengalami beberapa kali pelepasan dan penciutan.
Pada tahun 2010 pelepasan 4 blok (Torobulu, Malapulu, Lasolo, Lapaopao) di Sulawesi Tenggara dari luas sebelumnya 63.507 ha menjadi 35.487 ha meliputi :
Blok Pomalaa, seluas 286 ha, Blok Latao, seluas 148 ha, Blok Matarape, seluas 680 ha, dan Blok Lasusua, seluas 373 ha
Tahun 2014 pelepasan Blok Matarape, Latao, dan sebagian Lasusua, dan menyisakan lahan seluas 752 ha, yang tebagi di dua lokasi, yaitu:
Pomalaa, bahan tambang nikel seluas 20.286 ha. Lasusua, bahan tambang limestone (batu gamping/ batukapur), seluas 466 ha
Dalam rangka meningkatkan nilai kontribusi sektor pertambangan untuk mendorong peningkatan PAD, kami mendukung hilirisasi, sesuai dengan visi pemerintah agar sumber daya mineral diproses terlebih dahulu, apalagi kedepan dengan fasilitas HPAL ini dapat menghasilkan bahan baku baterai Kendaraan Listrik (EV).
“Kami menyampaikan apresiasi kepada jajaran direksi PT Vale Indonesia Tbk, dan jajaran direksi PT Kolaka Nickel Indonesia (KNI) atas inisiasi, prakarsa, kerja keras, serta koordinasi yang baik, sehingga kawasan Blok Pomalaa Kabupaten Kolaka dapat memasuki babak baru dalam pembangunannya, yaitu tahap peletakan batu pertama pada hari ini. Semoga keberlanjutan komitmen PT Vale Indonesia dan PT KNI dapat terlaksana dengan baik, agar kegiatan pertambangan di Blok Pomalaa dapat selaras dengan peningkatan kesempatan kerja dan kesejahteraan masyarakat, utamanya masyarakat setempat, serta keseimbangan lingkungan,” ujar Gubernur Ali Mazi.
Pemerintah Sultra mengucapkan selamat dan sukses kepada PT Vale Indonesia (Tbk) dan Huayou melalui PT Kolaka Nickel Indonesia, yang telah memulai secara resmi rangkaian kegiatan proyek di Pomalaa. Semoga hasil dari proyek ini kedepan dapat mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat Sulawesi Tenggara khususnya dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kolaka dan Provinsi Sultra, serta bangsa dan negara.
Gound Breaking Blok Pomalaa atau peletakan batu pertama ini pun secara simbolis dilakukan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia Luhut Binsar Pandjaitan, CEO PT. Vale Indonesia, S.A. Eduardo Bartolomeo, CEO PT. Vale Indonesia, Febriany Eddy, Chairman Huayou Zhejiang Cobalt, Chen, dan Bupati Kolaka, Ahmad Safei.
Setelah beroperasi, diproyeksikan pabriknya dapat menghasilkan 120.000 ton nikel per tahunnya. Acara seremonial Gound Breaking Blok Pomalaa ini dilaksanakan di kawasan yang nantinya akan dijadikan area pertambangan.
Dalam sambutannya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan pabrik High Pressure Acid Leaching (HPAL) ini akan menjadi yang terbesar produksinya di dunia.
“HPAL yang terbesar di dunia itu ada di Indonesia. Dan orang nggak bisa bikin baterai kalau nggak ada HPAL ini. Jadi HPAL ini menjadikan satu ekosistem yang sangat penting buat kita,” kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.
Tidak hanya itu, kinerja perusahaan juga terlihat dari hasil pabrik pengolahan nikel HPAL milik PT. Vale Indonesia, Tbk di Morowali Sulawesi Tengah. Dilihatnya saat ini baik produksi maupun teknologinya telah berkembang pesat. Karena itulah, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, percaya proyek ini akan mendorong produksi HPAL, hingga perkembangan Electric Vehicle (EV) di Indonesia.
“Proyek ini harus jalan, karena proyek ini membangum satu ekosistem. Bukan membangun satu proyek. Kita ingin membangun satu ekosistem untuk satu litium baterai. Yang nanti bisa lari ke mobil listrik, bisa lari ke mana-mana,”ujarnya.
“Kenapa saya setuju proyek ini? Karena saya kenal Chairman Chen ini. Saya bersama-sama dengannya pergi ke Jerman, negosiasi dengan BMW, dengan VW. Dan dia dikejar-kejar karena dia punya teknologi yang bagus. Jadi begitu saya dengar dia kawin dengan PT. Vale Indonesia, saya bilang ini adalah pilihan yang tepat,”tambahnya.
Sementara itu, CEO PT. Vale Indonesia, Febriany Eddy menjelaskan, proyek ini ditargetkan mampu memproduksi 120.000 ton nikel dan 15.000 ton kobalt per tahunnya.
“Proyek ini sudah masuk ke dalam Proyek Strategis Nasional. Dengan nilai investasi mencapai Rp.67,5 triliun. Dan merupakan pabrik HPAL terbesar,” kata CEO PT. Vale Indonesia, Febriany Eddy dalam sambutannya.
Febriany Eddy menegaskan, pihaknya akan memastikan seluruh kegiatan operasi di bawah PT. Vale Indonesia merupakan investasi yang bertanggung jawab dan patuh pada prinsip keberlanjutan. PT. Vale Indonesia menggunakan teknologi HPAL yang disediakan oleh Huayou, yang nantinya secara bertahap akan ada beberapa pengalihdayaan kepada tenaga kerja RI.
Ia juga menekankan, pihaknya akan terus menjadi mitra bagi masyarakat lokal dan memastikan keseimbangan ekonomi, ekologi, dan dampak sosial. Ia juga berharap, dengan dimulainya proyek pembangunan ini akan dapat menyerap tenaga kerja lokal hingga 12.000 orang dari pabrik dan tambang.